TRIBUNNEWS.COM -- Peperangan Ukraina dengan Rusia disebut telah memasuki fase kritis dalam beberapa bulan ke depan.
Kedua belah pihak pun terus berjuang mendapatkan keuntungan teritorial menjelang dilantiknya Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 20 Januari 2025 mendatang.
Meski demikian, Rusia disebut tetap superior dan 'ngebut' untuk merebut wilayah-wilayah di Donbass, Ukraina timur.
Baca juga: Ukraina: Serangan Saat Ini Belum Apa-apa, Rusia Timbun Rudal Untuk Serangan Masif di Musim Dingin
Financial Times mengabarkan, para pejabat militer Ukraina dan pakar militer internasional menyebutkan, selain di Donbass, pertempuran sengit juga terjadi di Kursk, Rusia.
Kremlin menginginkan segera membebaskan wilayahnya tersebut yang diinvasi oleh Ukraina pada bulan Agustus lalu. Bahkan dikabarkan Moskow telah mengerahkan sebanyak 50.000 pasukan ke Kursk termasuk 10.000 pasukan dari Korea Utara.
Saat Ukraina menggunakan pasukan elitnya menguasai Kursk, Rusia dengan mudah mencaplok wilayah-wilayah di Donbass. Sementara pasukan Ukraina tersebut terkepung di Kursk.
Pasukan Rusia telah mengintensifkan serangan di timur dalam beberapa bulan terakhir, di mana pasukan Ukraina tidak dapat mempertahankan garis pertahanan.
"Usia rata-rata sudah di atas 40 tahun di berbagai brigade dan tampaknya tidak ada cukup bala bantuan yang tiba di garis depan," Franz-Stefan Gady, seorang analis militer dan peneliti di Institut Internasional untuk Studi Strategis di London yang baru-baru ini mengunjungi Ukraina, mengatakan kepada FT.
Ukraina Sangat Khawatir Trump Hentikan Perang
Ada banyak indikasi bahwa Trump akan mencoba menerapkan gagasan untuk mengakhiri perang di garis depan secepat mungkin dengan menolak menerima Ukraina ke dalam NATO.
Bahkan, dikhawatirkan Trump menghentikan bantuan apa pun ke Kiev sepenuhnya. Dan skenario ini jauh lebih buruk bagi Ukraina daripada menghentikan perang di garis depan.