TRIBUNNEWS.COM - Para pemimpin Muslim di Amerika Serikat yang mendukung Donald Trump dalam Pemilihan Presiden 2024, merasa sangat kecewa dengan pilihan Kabinetnya, kata mereka kepada kantor berita Reuters.
Mereka awalnya memilih Donald Trump karena tidak puas atas kebijakan-kebijakan pemerintah Joe Biden dalam menangani perang di Gaza.
"Trump menang karena kami dan kami tidak senang dengan pilihannya sebagai Menteri Luar Negeri dan yang lainnya," kata Rabiul Chowdhury, seorang investor di Philadelphia yang memimpin kampanye Abandon Harris di Pennsylvania dan mendirikan Muslims for Trump.
Dukungan tokoh Muslims for Trump membantunya memenangkan negara bagian Michigan dan mungkin menjadi faktor kemenangan negara bagian lainnya, menurut para ahli strategi.
Salah satu tokoh pro-Israel yang masuk ke dalam kabinet Trump adalah Marco Rubio.
Trump memilih Marco Rubio sebagai Menteri Luar Negeri.
Awal tahun ini, Rubio mengatakan bahwa dia tidak akan menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Ia juga yakin Israel harus menghancurkan "setiap elemen" Hamas.
Trump juga menunjuk Mike Huckabee sebagai duta besar AS untuk Israel.
Huckabee adalah mantan gubernur Arkansas pro-Israel yang mendukung pendudukan Israel di Tepi Barat.
Awal tahun ini, Huckabee menyebut solusi dua negara di Palestina "tidak dapat dilaksanakan."
Baca juga: Trump Tunjuk Karoline Leavitt sebagai Sekretaris Pers Gedung Putih, Jubir Termuda dalam Sejarah AS
Tak sampai di situ, Trump memilih Elise Stefanik sebagai duta besar AS untuk PBB.
Menjabat sebagai anggota DPR AS, Stefanik pernah menyebut PBB sebagai "kolam antisemitisme" karena PBB mengutuk kematian di Gaza.
Rexhinaldo Nazarko, direktur eksekutif Jaringan Keterlibatan dan Pemberdayaan Muslim Amerika (AMEEN), mengatakan para pemilih Muslim berharap Trump akan memilih pejabat Kabinet yang bekerja untuk perdamaian, dan rupanya tidak ada tanda-tanda itu.
"Kami sangat kecewa," katanya.
"Tampaknya pemerintahan ini telah diisi sepenuhnya oleh kaum neokonservatif dan orang-orang yang sangat pro-Israel dan pro-perang, yang merupakan kegagalan di pihak Presiden Trump terhadap gerakan pro-perdamaian dan anti-perang."
Nazarko mengatakan masyarakat akan terus mendesak agar suaranya didengar setelah menggalang suara untuk membantu Trump menang.
"Setidaknya kami ada di peta."
Hassan Abdel Salam, mantan profesor di University of Minnesota, Twin Cities, dan salah satu pendiri kampanye Abandon Harris yang mendukung kandidat Partai Hijau Jill Stein, mengatakan rencana perekrutan Trump tidak mengejutkan, tetapi terbukti lebih ekstrem dari yang ditakutkannya.
"Sepertinya dia sedang melakukan Zionisme berlebihan," katanya.
"Kami selalu sangat skeptis. Jelas kami masih menunggu untuk melihat ke mana pemerintah akan bergerak, tetapi tampaknya komunitas kami telah dipermainkan."
Beberapa pendukung Trump yang beragama Muslim dan Arab mengatakan mereka berharap Richard Grenell, mantan penjabat Direktur Intelijen Nasional Trump, akan memainkan peran kunci setelah ia memimpin upaya pendekatan terhadap masyarakat Muslim dan Arab Amerika selama berbulan-bulan.
Grenell bahkan diperkenalkan sebagai calon Menteri Luar Negeri berikutnya di berbagai acara.
Sekutu utama Trump lainnya, Massad Boulos, berulang kali bertemu dengan para pemimpin Arab Amerika dan Muslim.
Massad Boulos juga merupakan besan Trump, yang berasal dari Lebanon.
Putra Massad, Michael Boulos, menikah dengan anak keempat Donald Trump, Tiffany.
Baca juga: Donald Trump Tunjuk Antivaksin Robert F. Kennedy Jr. sebagai Menteri Kesehatan AS
Richard Grenell dan Massad Boulos memberikan janji kepada para pemilih Arab Amerika dan Muslim bahwa Trump adalah kandidat perdamaian yang akan bertindak cepat untuk mengakhiri perang di Timur Tengah dan sekitarnya.
Selama kampanyenya, Donald Trump melakukan beberapa kunjungan ke kota-kota dengan populasi besar Arab Amerika dan Muslim di Amerika Serikat.
Trump sempat singgah di Dearborn, kota mayoritas Arab, tempat ia mengatakan bahwa ia mencintai Muslim.
Ia juga mengunjungi Pittsburgh, di mana ia menyebut Muslim for Trump sebagai "gerakan yang indah."
Namun, Rola Makki, warga Lebanon-Amerika, wakil ketua Muslim untuk penjangkauan Partai Republik Michigan, membela keputusan Trump.
"Saya sudah menduga bahwa tidak semua orang akan senang dengan setiap pengangkatan yang dilakukan Trump, tetapi yang terpenting adalah hasilnya," katanya.
"Saya tahu bahwa Trump menginginkan perdamaian, dan yang perlu disadari orang adalah bahwa ada 50.000 warga Palestina yang tewas dan 3.000 warga Lebanon yang tewas, dan itu terjadi selama pemerintahan saat ini."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)