TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengambil langkah yang menuai kontroversi menjelang akhir masa jabatannya.
Langkah tersebut terkait dengan keputusan Biden untuk mencabut pembatasan penggunaan senjata buatan AS oleh Ukraina.
Dengan demikian, Ukraina dikabarkan telah berencana untuk melancarkan serangan jarak jauh pertamanya ke Rusia dengan menggunakan roket ATACMS, yang memiliki jangkauan sekitar 300 kilometer.
Menanggapi kabar tersebut, Rusia pun memberikan kecaman keras kepada Pemerintah AS.
Hal ini diungkapkan oleh Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Senin ini (18/11/2024).
Dalam pernyataannya, Kremlin mengeluarkan peringatan keras terkait keputusan Biden yang mengizinkan Ukraina menggunakan senjata buatan AS untuk melakukan serangan ke dalam wilayah Rusia.
Dikutip dari Reuters, Peskov memperingatkan bahwa langkah dari Joe Biden tersebut dapat memperburuk ketegangan dan meningkatkan keterlibatan AS dalam konflik.
Peskov juga menuduh kebijakan Biden ini telah memperburuk situasi.
Ia menyebut langkah tersebut sebagai tindakan yang "menambah bahan bakar ke dalam api," sehingga semakin memperumit konflik di Ukraina.
Sementara itu, Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga telah mengantisipasi langkah Ukraina untuk melakukan serangan jarak jauh ke dalam wilayah negaranya.
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.
Baca juga: Biden Disebut Izinkan Ukraina Pakai Rudal AS untuk Serang Rusia
"Presiden telah berbicara mengenai hal ini," ujar Zakharova kepada RBC.
Sebelumnya pada 12 September 2024 , Putin juga telah menyatakan bahwa keputusan untuk menggunakan senjata jarak jauh dari negara-negara Barat terhadap Rusia akan dianggap sebagai keterlibatan langsung dalam perang.
Peringatan tersebut disampaikan kepada Amerika Serikat dan negara-negara NATO lainnya yang selama ini secara tidak langsung terlibat dalam konflik negaranya dengan Ukraina.
Putin memperingatkan bahwa langkah tersebut akan mengubah sifat konflik secara fundamental, dan Rusia akan mengambil keputusan yang sesuai berdasarkan ancaman yang dihadapinya.
Pengamat Nilai Trump Bakal Cabut Izin Biden
Kebijakan pemberian izin penggunaan rudal oleh Joe Biden ini menjadi sorotan karena dikeluarkan jelang dirinya lengser.
Seperti yang diketahui sebelumnya, langkah Joe Biden ini terjadi kurang lebih dua bulan sebelum Presiden Terpilih Donald Trump dilantik pada 20 Januari 2025 mendatang.
Menanggapi kabar tersebut, sejumlah pengamat menilai kebijakan tersebut bakal menjadi peninggalan yang menyusahkan Donald Trump.
Hal ini diutarakan oleh Ilter Turan, Presiden Asosiasi Internasional Ilmu Politik sekaligus profesor di Universitas Bilgi, Turki.
Dikutip dari TASS, Turan menilai izin dari Biden ini bakal berlaku sebentar saja mengingat prioritas Trump dalam kampanyenya adalah menghentikan semua bantuan perang untuk negara sekutunya.
Turan menilai Trump kemungkinan akan mendorong Ukraina untuk menyelesaikan konflik militernya dengan Rusia melalui kesepakatan damai dibandingkan meningkatkan eskalasi menggunakan rudal seperti yang coba didorong Joe Biden saat ini.
"Ada klaim bahwa Trump lebih mudah bernegosiasi dan membangun hubungan dengan [Presiden Rusia Vladimir] Putin. Lebih penting lagi, Trump tampaknya ingin perang ini segera berakhir, mengingat ia menentang pemberian bantuan [militer] kepada Ukraina." ungkap Turan.
"Oleh karena itu, ia mungkin akan menekan Ukraina untuk menerima kesepakatan damai yang mencakup beberapa tuntutan teritorial Rusia," kata Turan kepada surat kabar Sozcu.
Turan juga menjelaskan bahwa Ukraina tidak memiliki kapasitas untuk mempertahankan konfrontasi dengan Rusia dalam jangka panjang tanpa dukungan dari Amerika Serikat dan Eropa.
"Apakah Eropa akan tetap mendukung Ukraina jika AS menarik dukungannya? Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa Eropa kemungkinan tidak akan melanjutkan dukungannya untuk Ukraina," pungkas Turan.
(Tribunnews.com/Bobby)