Rusia Bersiap Rekrut Ribuan Pasukan Komando Elite yang Dilatih Inggris untuk Perang Lawan Ukraina
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah liputan investigasi yang dilakukan media asal Inggris, The Independent, mengungkap fakta menarik seputar perang antara Rusia melawan Ukraina yang dibantu negara-negara Barat, termasuk Inggris.
Fakta itu terkait nasib sekelompok anggota pasukan komando elite Afghanistan, berjumlah ribuan, yang berpotensi direkrut Rusia untuk berperang melawan Ukraina, negara yang dibantu Inggris.
Disebut menarik karena ratusan anggota pasukan khusus Afghanistan ini dilatih dan didanai oleh Inggris untuk melawan Taliban di Afghanistan.
Baca juga: Gerbang Perang Dunia III Terbuka, Rusia Tak Cuma Tembakkan Rudal ICBM ke Ukraina, Kenapa Dnipro?
Saat Taliban kembali berkuasa di Afghanistan, nyawa ratusan personel pasukan khusus ini dalam bahaya, sementara Inggris justru berbalik badan dan tak mau 'menampung' mereka.
Hal ini yang dimanfaatkan Rusia, yang dikabarkan kehilangan banyak personel militer, untuk merekrut mereka dengan proses gerak cepat agar bisa berperang melawan Ukraina.
Investigasi ini dilakukan oleh The Independent, bekerja sama dengan ruang berita investigasi Lighthouse Reports dan outlet berita Afghanistan Etilaat Roz dalam sudut pandang Ghulam -bukan nama sebenarnya- seorang mantan pasukan khusus Afghanistan jebolan pelatihan militer Inggris.
Laporan tersebut menyebut, tawaran bagi Ghulam untuk berperang buat Rusia datang dari sebuah formulir yang diberikan oleh seorang kolega.
Formulir ini, sebuah pendaftaran untuk menjadi tentara bayaran Rusia, adalah jalan ke luar bagi Ghulam dari kejaran Taliban di Afghanistan.
"Selama lebih dari 12 tahun, ia telah menjadi bagian dari pasukan khusus Afghanistan yang dibentuk, dilatih, dan digaji oleh pemerintah Inggris. Kini, setelah dipaksa melarikan diri dari Taliban dan meninggalkan tanah airnya ke Iran, ia bekerja keras di sebuah pabrik daur ulang dan harus menghindari polisi karena statusnya yang tidak berdokumen," kata laporan tersebut, dikutip Jumat (22/11/2024) mengulas nasib mantan pasukan khusus Afghanistan yang menggambarkan peribahasa 'Habis Manis Sepah Dibuang'.
Rekan sejawat yang juga warga negara Afghanistan yang memberikan formulir kepada Ghulam mengetahui latar belakang militernya dan berpikir kalau Ghulam mungkin berminat akan tawaran menjadi tentara bayaran bagi Rusia.
Laporan investigasi itu menyebut, ada beberapa cara perekrutan para calon tentara bayaran ini.
"Bagi sebagian orang dengan latar belakang militer seperti Ghulam, formulir adalah hal yang utama; bagi yang lain, formulirnya berupa kontak melalui telepon dari veteran Afghanistan lainnya. Sebagian orang telah didekati secara langsung. Apa pun yang dilakukan, dan apa pun persyaratannya, tawaran kepada pasukan komando elite yang dilatih di Inggris ini pada dasarnya sama: datang untuk bertempur bagi pasukan Rusia milik Vladimir Putin melawan Ukraina," kata laporan tersebut.
The Triples yang Kini Merana
Ghulam merupakan bagian dari Pasukan Teritorial Afghanistan (ATF) 444 yang, bersama dengan unit saudaranya, Pasukan Komando (CF) 333, dibentuk oleh Inggris pada tahun 2000-an.
Dikenal sebagai "The Triples", mereka berjuang bahu-membahu dengan pasukan Inggris melawan Taliban.
Hubungan tersebut telah menempatkan anggota pasukan ini dalam risiko besar sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan pada tahun 2021.
Celakanya, Inggris cenderung ogah-ogahan menyelamatkan mereka.
Upaya menampung ribuan personel pasukan komando Afghanistan oleh Inggris ini terkesan cuma basa-basi, meninggalkan mereka dalam ketidakpastian.
"Meskipun pemerintah Inggris sekarang sedang meninjau kembali keputusan yang menolak ribuan dari mereka mendapatkan perlindungan di Inggris, prosesnya sangat lambat. Banyak yang hidup dalam ketakutan, dengan sedikit atau tidak ada komunikasi tentang masa depan mereka dari Kementerian Pertahanan Inggris," kata laporan investigas tersebut.
Rusia Haus Personel Militer
Sementara penantian Triples dalam ketidakpastian terus berlanjut, musuh-musuh Inggris sedang mengintai dan mengambil kesempatan.
Laporan ini menyandarkan pada dalil kalau Rusia kini sangat kekurangan personel perang.
Contoh terbaru dan terkonfirmasi kalau militer Korea Utara terlibat langsung dalam perang melawan Ukraina adalah satu di antara indikasi kalau Rusia memang krisis anggota pasukan.
"Perang Putin di Ukraina, yang kini mendekati tahun ketiganya, telah berlangsung lama dan mahal bagi Moskow, dengan wajib militer bagi warga sipil dan bahkan narapidana yang dipanggil untuk bertugas, dikirim ke garis depan front timur Ukraina yang dikenal sebagai "penggiling daging". Korban di pihak Rusia kini diperkirakan mencapai 700.000, dengan lebih dari 100.000 orang diperkirakan tewas. Kondisi itu membuat Rusia mencoba melihat lebih jauh (merekrut tenaga asing untuk perang), warga Kuba, Suriah, India, dan yang terbaru warga Korea Utara telah dilibatkan dalam perang," kata laporan yang diterbitkan The Independent..
Keir Giles, konsultan senior untuk Rusia dan Eurasia di lembaga pemikir Chatham House, mengatakan warga Afghanistan dengan pengalaman tempur elite "jelas akan menarik" bagi perekrut militer.
Ia berkata: "Rusia berusaha menghabiskan setiap sumber tubuh hidup yang memungkinkan untuk angkatan bersenjata namun bukan mobilisasi skala penuh."
Upaya Rusia itu, kata Giles, termasuk dengan memanfaatkan simbiosisnya dengan negara-negara yang cenderung anti-Barat.
"Koalisi longgar negara-negara yang mendukung Rusia: yaitu Iran, Korea Utara, dan Cina, akan berupaya mencari cara untuk membantu Rusia dalam perangnya di Ukraina," kata dia.
“Kita telah melihat hal ini berubah menjadi bantuan 'tenaga kerja perang' dalam kasus Korea Utara. Tidak mengherankan jika pola ini menyebar ke negara lain, terutama jika keterlibatannya dapat disangkal, seperti misalnya Iran yang memberikan bantuan perekrutan warga negara ketiga dari Iran,” sambungnya menjelaskan kaitan antara kebutuhan perang Rusia dengan bantuan dari negara-negara tersebut.
Bergaji Rp 47 Juta Per Bulan
Ulasan The Independent ini menjelaskan kalau mereka mewancarai 14 mantan personel The Triple di Iran, serta puluhan lainnya di Afghanistan.
Hasilnya, didapat kesimpulan kalau gelombang awal tawaran perekrutan kepada mantan personel militer Afghanistan terjadi pada tahun 2023, diikuti oleh gelombang kedua awal tahun ini.
"Kami telah melihat sejumlah formulir perekrutan yang jelas, termasuk yang diberikan kepada Ghulam, yang telah diedarkan di antara para veteran Afghanistan di Iran. Formulir tersebut, yang ditulis dalam bahasa Dari (satu dari dua bahasa nasional resmi di Afganistan), meminta rincian pribadi dan informasi kontak," kata laporan tersebut.
"Satu formulir juga menanyakan: "Apa pengetahuan Anda tentang urusan militer dan menjadi seorang prajurit?" dan, "Apa keahlian militer Anda?" Formulir tersebut kemudian menanyakan kepada pelamar tingkat pendidikan apa yang mereka miliki dan apakah mereka memiliki SIM," tambah laporan investigasi tersebut.
Adapun Ghulam, yang ditangkap oleh polisi Iran dan dideportasi ke Afghanistan sebelum ia dapat memutuskan apakah akan menerima tawaran tersebut, diberi tahu kalau seorang mantan jenderal Afghanistan memimpin proses perekrutan tersebut.
"Dan langkah selanjutnya adalah wawancara untuk menilai pengalaman perangnya," kata laporan itu.
Beberapa mantan prajurit pasukan khusus Afghanistan di Iran mengatakan kalau mereka awalnya didekati untuk perekrutan oleh kontak-kontak di dalam bekas tentara Afghanistan atau pasukan keamanan melalui telepon;
Adapun yang lain mengatakan penyelundup manusia Afghanistan mendekati mereka secara langsung.
Seorang mantan dokter tentara, Musharaf (juga bukan nama sebenarnya), mengatakan kalau ia bahkan bertemu dengan orang-orang Rusia dari kedutaan besar di Teheran secara langsung tentang perekrutan tersebut.
Musharaf mengklaim, ia telah mewakili beberapa ratus mantan prajurit pasukan khusus dalam negosiasi tersebut.
"Saya akan pergi ke kedutaan besar Rusia untuk berbicara dengan pejabat Rusia mengenai proses perekrutan," jelasnya.
"Kami memutuskan untuk pergi bersama dengan 200 pasukan khusus ini ke Rusia. Kami pikir di mana pun kami bisa diberi makan, di situlah kami bisa hidup. Kami terpaksa melakukan ini karena kehidupan di Iran sangat sulit," kata Musharaf.
“Saya berbicara langsung dengan orang Rusia dan mereka setuju untuk membayar $3.000 (2.370 Poundsterling atau sekitar Rp 47 juta) per bulan.”
Ia mengatakan semuanya “siap berangkat” ketika ia berbicara dengan mantan bosnya di unit The Triples yang menasihatinya bahwa itu bukan keputusan yang baik.
Pada titik ini, katanya, ia memutuskan untuk tidak pergi, dan orang-orang yang telah direkrutnya pun mengikuti.
Musharaf mengatakan teman-temannya telah direkrut tahun ini, diberi visa melalui kedutaan besar Moskow di Teheran.
“Saya tahu bahwa beberapa orang telah mengikuti program mereka ke Ukraina,” katanya, meskipun ia tidak dapat memberikan bukti untuk membuktikan pengakuannya tersebut.
Kesulitan dan Godaan di Tengah Niat Setia ke Inggris
Hamid (bukan nama sebenarnya), yang menjadi perwira pelatihan selama 13 tahun berkarier di Unit ATF444, mengatakan kalau selama 18 bulan di Iran bekerja sebagai pekerja konstruksi, ia didekati tiga kali oleh perantara Afghanistan yang menawarinya pekerjaan untuk berperang buat Rusia.
Dia mengatakan tawaran itu datang awal tahun ini.
“Pertama saya didekati dua kali dalam seminggu, dan kemudian sebulan kemudian saya didekati lagi. Orang-orang yang melakukan pendekatan itu adalah warga Afghanistan yang merupakan pedagang manusia atau kontraktor. Mereka adalah tipe orang yang membawa Anda melintasi perbatasan ke negara lain,"
“Mereka mengatakan ada warga Afghanistan yang saat ini berada di Rusia yang telah direkrut dan tugas saya adalah pergi ke sana dan melatih mereka secara profesional. Saya tidak tahu apa pun tentang apa yang terjadi di Rusia karena saya memberi tahu mereka dengan jelas bahwa saya tidak ingin melakukannya. Saya tidak akan melakukan hal seperti itu lagi, pertempuran atau misi apa pun, terutama untuk negara lain."
“Saya sangat berharap bahwa saya akan direlokasi oleh Inggris dan saya akan tetap setia kepada Inggris.”
Meskipun tidak ada satu pun dari eks-personel The Triples yang diwawancarai yang menerima tawaran itu, situasi warga Afghanistan di Iran menjadi semakin tidak bersahabat.
Pemerintah Iran berencana untuk mendeportasi sekitar dua juta migran, sebagian besar dari mereka adalah warga Afghanistan, pada bulan Maret dan pembatasan baru akan memangkas semua kebebasan terbatas yang dimiliki warga Afghanistan.
Pilihan yang dihadapi para eks-personel The Triple ini semakin meningkat, yaitu menerima tawaran untuk bertempur atau dipulangkan ke tanah air mereka, di mana mereka dan keluarga mereka harus berhadapan dengan Taliban, yang telah memukuli, menyiksa, dan membunuh puluhan dari mereka sejak Agustus 2021.
Inggris Bermuka Dua
Adapun Inggris, sebelumnya menyatakan penolakan mereka untuk menampung para eks-pasukan komando khusus Afghanistan yang mereka latih ini.
Jenderal Sir Richard Barrons, yang mengabdi pada Angkatan Darat Inggris di Afghanistan selama lebih dari 12 tahun, mengatakan kepada BBC Newsnight, kegagalan Inggris untuk merelokasi para prajurit ini "merupakan suatu aib, karena hal ini mencerminkan bahwa kita sebagai bangsa bermuka dua atau tidak kompeten".
Sementara proses perekrutan untuk menjadi tentara bayaran Rusia ini terus berlangsung, proses peninjauan permohonan untuk skema relokasi Kementerian Pertahanan Inggris bagi warga Afghanistan yang bekerja erat dengan pasukan Inggris telah dirundung oleh penundaan.
"Pada bulan Februari, Kementerian Pertahanan Inggris mengumumkan kalau mereka akan meninjau sekitar 2.000 penolakan dari kebijakan relokasi dan bantuan Afghanistan (Arap) dalam waktu 12 minggu, menyusul pengungkapan dalam investigasi bersama oleh The Independent, Lighthouse Reports, dan Sky News tahun lalu bahwa ratusan Triple telah ditolak berdasarkan skema tersebut," kata laporan investigasi The Independent.
Sementara itu, Rafi Hottak, mantan juru bahasa Afghanistan, yang berhubungan dengan mantan The Triple di Iran, mengatakan kalau ia telah diberi tahu tentang mantan perwira pasukan khusus Afghanistan, berkumpul bersama dalam rapat-rapat untuk membahas ikut berperang bagi Rusia.
Artinya, peluang Rusia mendapatkan ribuan personel terlatih untuk berperang melawan Ukraina, makin besar.
“Kementerian Pertahanan perlu mempercepat proses peninjauan,” katanya.
“Mereka perlu melihat ini bukan hanya dari segi jumlah, tetapi juga sebagai tanggung jawab. Mereka adalah orang-orang yang mendukung kita, melakukan apa yang perlu dilakukan. Sekarang mereka tidak punya tanah, tidak punya negara untuk kembali.”
Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan: “Seperti yang baru-baru ini dijelaskan oleh menteri angkatan bersenjata kepada parlemen, kami memahami rasa frustrasi karena peninjauan berlangsung begitu lama."
“Masalah-masalah utama dalam peninjauan telah diselesaikan dan kami bekerja keras untuk memastikan bahwa mantan Triple yang memenuhi syarat dan keluarga mereka dapat pindah untuk memulai hidup baru di Inggris.”
“‘Peninjauan Triple’ tetap menjadi prioritas tinggi bagi pemerintah dan para menteri telah mengarahkan agar peninjauan dilakukan dengan cepat, dan dengan perhatian dan ketekunan yang layak.”
Seorang mantan anggota militer Inggris, yang bertugas bersama Triples di Afghanistan, memperingatkan banyak pihak yang hampir putus asa.
Mereka berkata: “Mereka [The Triples] tahu persis bagaimana Inggris menjalankan bisnis mulai dari pengumpulan intelijen hingga operasi militer khusus. Ada banyak pengetahuan yang telah dibagikan selama 20 tahun kami bekerja bahu-membahu."
“Meskipun janji-janji telah diingkari, Triples tetap setia kepada Inggris. Namun, dengan banyak yang nyaris tidak bisa bertahan hidup, dalam kemiskinan dan ketakutan, akan tiba saatnya mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi.”
Jika tak ada tindakan nyata, kemungkinan besar ribuan personel komando khusus Afghanistan ini benar-benar akan berseragam Rusia, berperang melawan Ukraina yang justru dibantu oleh Inggris. Ironi.
(oln/indpndnt/bbc/*)