TRIBUNNEWS.COM - Sandera perempuan Israel tewas dalam serangan Israel di Gaza utara, menurut pernyataan dari sayap bersenjata Hamas.
Mengutip Al Jazeera, juru bicara Brigade Al-Qassam Abu Obeida mengatakan pada Sabtu (23/11/2024) malam bahwa sandera perempuan itu dipastikan tewas di Gaza utara, tempat tentara Israel beroperasi.
Abu Obeida tidak memberikan perincian lebih lanjut tentang identitas wanita tersebut atau bagaimana dan kapan dia tewas.
Abu Obeida menegaskan bahwa sandera wanita lainnya dalam bahaya, dan menyatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para pemimpin tentaranya bertanggung jawab penuh atas nyawa mereka.
Militer Israel (IDF) mengatakan tidak dapat mengkonfirmasi atau membantah klaim tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, IDF mengatakan pihaknya sedang menyelidiki klaim tersebut setelah Hamas merilis rekaman yang diduga menunjukkan seorang sandera yang tewas.
Hamas membawa sekitar 250 tawanan selama serangan di Israel selatan pada 7 Oktober tahun lalu, menurut otoritas Israel.
Di antara mereka terdapat 23 warga negara Thailand, satu warga negara Nepal, dan satu warga negara Filipina yang bekerja atau belajar di Israel.
Setidaknya 97 tawanan masih berada di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut militer telah tewas.
Hostages and Missing Families Forum, sebuah kelompok kampanye, mengatakan mereka tidak memiliki informasi tambahan terkait klaim hari Sabtu tersebut.
Aksi Protes di Israel
Pada Sabtu (23/11/2024) malam, ribuan orang kembali berdemonstrasi di Israel menuntut pembebasan para tawanan, The Times of Israel melaporkan.
Baca juga: Israel Lagi-lagi Buat Warganya yang Disandera Hamas Tewas di Gaza Utara dalam Operasi Militernya
Para pengunjuk rasa berbaris di jalan-jalan ibu kota, sebagian menabuh genderang dan sebagian lagi memegang plakat bertuliskan, “Perang telah berakhir. Bawa mereka pulang!”.
“Kepada para sandera tercinta, jika Anda dapat mendengar kami, semua orang di sini mencintai Anda. Tetaplah kuat. Bertahanlah,” kata warga Israel bernama Rachel Goldberg-Polin di Tel Aviv.
Aksi protes anti-pemerintah juga terjadi di depan pintu masuk Begin Road menuju markas militer Kirya.
Seorang warga bernama Einav Zangauker menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memperpanjang perang agar ia dapat terhindar dari pengadilan.
Netanyahu akan memulai sidang terkait kasus korupsi yang didakwakan kepadanya pada awal Desember mendatang.
"Kami memiliki perdana menteri yang gagal membawa pulang putra saya selama lebih dari setahun" katanya, menurut situs berita Ynet.
"Namun, begitu juru bicaranya ditangkap karena membocorkan dokumen rahasia ke media asing, yang membahayakan sumber intelijen, dia membela diri."
Juru bicara tidak resmi Netanyahu, Eli Feldstein, didakwa pada hari Kamis (21/11/2024) karena mentransfer informasi rahasia dengan maksud untuk merugikan negara, karena diduga membocorkan dokumen ke sebuah surat kabar Jerman.
“Netanyahu tidak peduli dengan warganya yang ditawan Hamas,” kata Zangauker.
"Dia tidak peduli dengan tentara yang gugur dalam pertempuran."
"Dia hanya peduli dengan pemerintahannya.”
Di persimpangan Hemed dekat Yerusalem, mantan menteri pertahanan Moshe Ya’alon bergabung dalam unjuk rasa, berbicara kepada para demonstran dari samping sebuah tanda yang bertuliskan, “Memulai kembali. Pemilu sekarang!”
Di persimpangan Karkur di wilayah Sharon, pengunjuk rasa antipemerintah mengatakan seorang aktivis telah ditahan karena menghalangi jalan.
Sementara di Tel Aviv, sebuah kelompok yang menyediakan perwakilan hukum bagi pengunjuk rasa antipemerintah mengatakan satu orang ditahan saat berdemonstrasi di luar rumah Menteri Negev dan Galilee sayap kanan Yitzhak Wasserlauf.
Baca juga: Netanyahu Ancam Warga saat Berkunjung di Gaza, Sebut akan Memburu Siapa Saja yang Menyakiti Sandera
Rekaman di media sosial menunjukkan sekitar 50 orang berada di luar gedung menteri, sementara polisi mendorong beberapa pengunjuk rasa ke belakang perimeter keamanan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)