News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Iran Lanjutkan Negosiasi Nuklir dengan Eropa

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Iran Lanjutkan Negosiasi Nuklir dengan Eropa

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baghaei mengatakan, pertemuan wakil menteri luar negeri Iran, Prancis, Jerman, dan Inggris akan berlangsung pada hari Jumat, (29/11), tanpa menyebut nama lokasi.

"Berbagai isu dan topik regional dan internasional, termasuk isu Palestina dan Lebanon, serta isu nuklir, akan dibahas," kata juru bicara tersebut dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri.

Baghaei menggambarkan putaran baru negosiasi sebagai kelanjutan dari pembicaraan dari bulan September silam, di sela-sela sidang tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB di New York, Amerika Serikat.

Pada hari Kamis pekan lalu, dewan gubernur Badan Energi Atom Internasional, IAEA, PBB yang beranggotakan 35 negara mengadopsi sebuah resolusi yang mengecam Iran atas apa yang disebut sebagai kurangnya kerja sama.

Langkah tersebut dilakukan saat ketegangan meningkat seputar program atom Iran, yang dikhawatirkan rawan disalahgunakan untuk mengembangkan senjata nuklir. Tuduhan ini sudah berulang kali dibantah oleh Teheran.

Menanggapi resolusi tersebut, Iran mengumumkan akan meluncurkan "serangkaian sentrifus baru dan canggih". Sentrifus memperkaya uranium yang diubah menjadi gas dengan memutarnya pada kecepatan yang sangat tinggi, sehingga meningkatkan proporsi bahan isotop fisil U-235.

"Kami akan meningkatkan kapasitas pengayaan secara substansial dengan memanfaatkan berbagai jenis mesin canggih," kata Behrouz Kamalvandi, juru bicara organisasi energi atom Iran, kepada TV pemerintah.

Isyarat kooperatif dari Teheran

Namun, Teheran juga mengatakan berjanji untuk melanjutkan "kerja sama teknis dan pengamanan dengan IAEA," merujuk pada pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional.

Dalam kunjungan Kepala IAEA Rafael Grossi baru-baru ini ke Teheran, pemerintah Iran menyetujui permintaan IAEA untuk membatasi stok uranium yang diperkaya hingga tingkat kemurnian maksimal 60 persen. Batasan tersebut merupakan kadar kemurnian uranium tertinggi yang digunakan dalam teknologi sipil. Melampauinya berarti mengembangkan bahan baku senjata pemusnah massal.

Presiden Iran Masoud Pezeshkian, yang berkuasa sejak Juli dan pendukung dialog dengan negara-negara Barat, mengatakan bahwa dia ingin menghilangkan "keraguan dan ambiguitas" tentang program nuklir negaranya.

Pada tahun 2015, Iran dan negara-negara besar dunia mencapai kesepakatan yang melihat pelonggaran sanksi internasional terhadap Teheran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

Namun, Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2018 di bawah presiden saat itu Donald Trump dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi, yang mendorong Iran untuk menjauh dari komitmennya sendiri.

Pada Minggu sore, Inggris membenarkan akan adanya pertemuan antara Iran dan tiga negara Eropa.

"Kami tetap berkomitmen untuk mengambil setiap langkah diplomatik untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir, termasuk melalui snapback jika perlu," kata Kementerian Luar Negeri di London.

Terdampak dinamika Perang Gaza

Kesepakatan tahun 2015 berisi mekanisme "snapback" yang dalam kasus "pelanggaran signifikan," oleh Iran, akan mengundang pemberlakuan ragam sanksi.

Ali Vaez, seorang pakar Iran di lembaga pemikir International Crisis Group, mengatakan kepada AFP bahwa pertemuan hari Jumat itu seharusnya terjadi lebih awal, tetapi "rencana tersebut digagalkan akibat ketegangan Iran-Israel" atas perang Gaza.

Meskipun para pihak akan bertemu "tanpa mengetahui apa yang ingin dilakukan pemerintahan Trump yang akan datang", Vaez mengatakan bahwa "setelah siklus saling eskalasi yang merugikan, kini kedua belah pihak kembali menyadari bahwa keterlibatan mungkin merupakan pilihan yang paling murah."

Sejak tahun 2021, Teheran telah mengurangi kerja samanya dengan IAEA dengan menonaktifkan perangkat pengawasan yang memantau program nuklir dan melarang inspektur PBB.

Pada saat yang sama, negara itu telah meningkatkan persediaan uranium yang diperkaya dan tingkat pengayaannya hingga 60 persen.

Tingkat itu, menurut IAEA, mendekati ambang batas 90 persen lebih yang diperlukan untuk hulu ledak nuklir, dan jauh lebih tinggi dari batas 3,67 persen yang disetujui pada tahun 2015.

rzn/yf (afp,ap)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini