News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Korea Utara Bermanuver, Moncong Rudal Rusia Kini Beberapa Mil dari Pangkalan Militer Strategis AS

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sistem pertahanan udara Rusia S-300 dan S-400 dilaporkan sudah berada di Korea Utara yang cuma berjarak beberapa mil dari pangkalan militer strategis Amerika Serikat di Korea Selatan.

Korea Utara Bermanuver Moncong Rudal Rusia Kini Cuma Beberapa Mil dari Pangkalan Militer Strategis AS

 

TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara dilaporkan melakukan manuver pertahanan dengan mendatangkan sistem pertahanan udara Rusia di tengah peningkatan ketegangan dengan negara tetangganya, Korea Selatan.

Manuver Korea Utara itu membuat moncong rudal-rudal Rusia kini berada cuma beberapa mil dari pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Korea Selatan.

Baca juga: Rusia Bersiap Rekrut Ribuan Pasukan Komando Elite yang Dilatih Inggris untuk Perang Lawan Ukraina

Sebagai gambaran, situs militer BM menggambarkan pangkalan militer AS di Korea Selatan memainkan peran penting dalam kehadiran militer strategis Amerika di kawasan tersebut.

Fasilitas utama AS di Korea Selatan itu meliputi Camp Humphreys, pangkalan AS terbesar di luar Amerika Serikat, serta Pangkalan Udara Osan dan Pangkalan Udara Kunsan, berfungsi sebagai pusat utama Angkatan Udara AS di kawasan tersebut.

Terletak di dekat zona demiliterisasi [DMZ] dan pusat-pusat strategis seperti Seoul, pangkalan-pangkalan ini menyediakan kemampuan respons cepat terhadap ancaman potensial, khususnya dari Korea Utara.

Mereka tidak hanya mendukung operasi militer AS tetapi juga menyediakan kekuatan pertahanan yang signifikan bagi Korea Selatan dan stabilitas di seluruh Asia Timur.

Sebagai bagian dari perjanjian bilateral antara AS dan Korea Selatan, pangkalan-pangkalan ini tidak hanya penting untuk pertahanan bersama tetapi juga berfungsi sebagai garis strategis untuk memproyeksikan kekuatan militer AS di kawasan tersebut.

"Ketika ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan terus membentuk dinamika keamanan di Semenanjung Korea, tampaknya Pyongyang sedang mengambil langkah yang diperhitungkan untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya, terutama mengingat keunggulan militer Korea Selatan dan kehadiran besar militer Amerika," tulis laporan BM, dikutip Senin (25/11/2024).

"Dalam upaya untuk menyeimbangkan keseimbangan, Korea Utara dilaporkan telah mencapai kesepakatan dengan Rusia untuk menerima sistem pertahanan udara canggih, yang menandai perubahan signifikan dalam strategi pertahanan negara tersebut," tambah laporan itu.

Transfer senjata dari Rusia ke KOrea Utara ini, menurut pejabat Korea Selatan, merupakan bagian dari kemitraan militer yang berkembang antara Moskow dan Pyongyang, dengan Korea Utara menawarkan dukungan terhadap perang Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina dengan imbalan teknologi militer.

Laporan terbaru menunjukkan kalau Rusia telah memasok Korea Utara dengan rudal permukaan-ke-udara dan peralatan pertahanan udara lainnya yang tidak disebutkan, yang kemungkinan akan meningkatkan pertahanan ibu kota Korea Utara, Pyongyang.

Sistem pertahanan udara S-400 Rusia. (BBC)

Meskipun jenis sistem pertahanan udara yang tepat masih belum jelas, para ahli berspekulasi bahwa S-400, sistem rudal permukaan-ke-udara canggih Rusia, bisa jadi termasuk di antara senjata yang disediakan.

Dikenal karena kemampuan jarak jauh dan sistem radar canggihnya, S-400 dianggap sebagai salah satu sistem pertahanan udara paling tangguh di dunia.

Sistem ini telah menjadi pemain kunci dalam operasi militer Rusia sendiri, termasuk perang di Ukraina, dan telah diekspor ke negara-negara seperti China, India, dan Turki.

Bagi Korea Utara, perolehan sistem berteknologi tinggi seperti itu akan meningkatkan pertahanan udaranya secara signifikan, terutama mengingat Pyongyang saat ini bergantung pada rudal permukaan-ke-udara dan artileri anti-pesawat yang lebih tua dan kurang efektif.

S-400 dapat berfungsi sebagai aset krusial dalam melindungi jantung rezim dan memperkuat kemampuan pencegahannya terhadap ancaman eksternal dan internal.

Sementara Korea Utara telah berupaya mengembangkan sistem pertahanan udaranya sendiri, kesepakatan dengan Rusia ini menandakan kolaborasi militer yang semakin dalam antara kedua negara dan menandai babak baru dalam perlombaan senjata yang sedang berlangsung di Semenanjung Korea.

Baca juga: Rusia Bayar Korea Utara Pakai Satu Juta Barel Minyak untuk Senjata dan Pasukan Lawan Ukraina

Gambar tak bertanggal ini dirilis dari Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) resmi Korea Utara pada 21 Agustus 2023 menunjukkan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kanan) menyaksikan rudal jelajah strategis diluncurkan dari kapal penjaga marinir Skuadron Kapal Permukaan ke-2 dari Armada Laut Timur, juga dikenal sebagai Laut Jepang, bagian dari unit angkatan laut Rakyat Korea, berada di lokasi yang dirahasiakan di laut lepas pantai. (STR/KCNA VIA KNS/AFP)

Sistem Pertahanan Udara Korut Sudah Tua

Sistem pertahanan udara Korea Utara, meskipun relatif ketinggalan zaman dibandingkan dengan sistem pertahanan udara modern, merupakan komponen krusial dari strategi militer rezim tersebut.

Selama bertahun-tahun, Korea Utara telah mengembangkan berbagai sistem pertahanan udara, termasuk teknologi dalam negeri dan impor, meskipun banyak dari sistem ini mengalami keterbatasan signifikan dalam hal teknologi, jangkauan, dan efektivitas.

"Pemeriksaan yang lebih dekat terhadap sistem ini mengungkap kekuatan dan kelemahannya, yang terus membentuk postur pertahanan Korea Utara," tulis BM.

Salah satu komponen utama kemampuan pertahanan udara Korea Utara adalah KN-06, sistem rudal darat-ke-udara domestik. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 2010, KN-06 secara luas dianggap sebagai upaya Korea Utara untuk mengembangkan sistem pertahanan udara jarak menengah.

Sistem ini diperkirakan menggunakan teknologi S-300 Rusia, dengan beberapa modifikasi yang dibuat untuk memenuhi persyaratan khusus Korea Utara. KN-06 diyakini memiliki jangkauan sekitar 150 kilometer [93 mil], yang menjadikannya pilihan yang masuk akal untuk mencegat pesawat di ketinggian sedang.

Akan tetapi, sistem radar dan pemandunya dianggap kurang canggih dibandingkan sistem kontemporer seperti S-400 atau rudal Patriot buatan AS.

KN-06 dilengkapi dengan sistem radar yang dapat melacak dan menyerang beberapa target secara bersamaan, tetapi kemampuan radarnya dibatasi oleh teknologi lama, yang berarti ia mungkin kesulitan menghadapi pesawat siluman modern atau taktik perang elektronik canggih.

Di samping KN-06, Korea Utara terus mengandalkan berbagai rudal permukaan-ke-udara SA-2 Guideline dan SA-3 Goa era Soviet yang lebih tua.

Sistem ini, yang berasal dari tahun 1960-an dan 1970-an, menjadi tulang punggung pertahanan udara tingkat rendah Korea Utara. Meskipun rudal ini efektif pada masanya, rudal ini kini kalah jauh dibandingkan ancaman udara modern, seperti amunisi berpemandu presisi [PGM] dan pesawat siluman.

SA-2, misalnya, memiliki jangkauan sekitar 45 mil [72 kilometer] dan dipandu oleh radar homing semi-aktif, yang membatasi kemampuannya untuk menyerang beberapa target yang bergerak cepat secara bersamaan. SA-3, dengan jangkauan yang lebih pendek dan panduan radar yang kurang canggih, bahkan lebih terbatas dalam efektivitas operasionalnya.

Sistem ini tidak memiliki kemampuan untuk melawan rudal jelajah modern, rudal balistik, atau pesawat siluman, sehingga rentan terhadap berbagai ancaman modern.

Selain sistem lama ini, Korea Utara telah mengerahkan artileri antipesawat, seperti ZSU-23-4 Shilka dan Type 80, yang utamanya ditujukan untuk menargetkan pesawat yang terbang rendah. ZSU-23-4 adalah sistem senjata gerak sendiri berpemandu radar rancangan Soviet, yang dapat menyerang pesawat pada jarak hingga 2 kilometer.

Meskipun efektif terhadap target yang bergerak lambat atau di ketinggian rendah, sistem ini tidak memiliki presisi yang dibutuhkan untuk melawan ancaman udara modern, terutama jet yang bergerak cepat atau pesawat tanpa awak yang canggih. Type 80, sistem yang diproduksi di dalam negeri, tampaknya merupakan versi modifikasi dari desain Soviet yang lebih lama, meskipun detail kinerjanya masih belum jelas.

Meskipun senjata ini dapat memberikan pertahanan wilayah, jangkauan dan efektivitasnya yang terbatas terhadap pesawat modern membuatnya kurang dapat diandalkan sebagai garis pertahanan utama.

Sistem rudal 4K11, warisan Soviet lainnya, merupakan bagian dari pertahanan pesisir Korea Utara tetapi telah diadaptasi untuk digunakan dalam pertahanan udara juga.

Rudal jelajah ini dimaksudkan untuk menargetkan pesawat, tetapi perannya dalam jaringan pertahanan udara terpadu dibatasi oleh jangkauannya yang relatif pendek dan kecepatannya yang lebih lambat dibandingkan dengan sistem kontemporer.

Demikian pula, penggunaan sistem SAM bergerak oleh Korea Utara seperti 9K33 Osa, sistem era Soviet, menawarkan fleksibilitas dalam penerapannya tetapi sekali lagi dibatasi oleh teknologi yang sudah ketinggalan zaman. Sistem bergerak ini memiliki jangkauan terbatas [sekitar 15-20 kilometer] dan tidak memiliki presisi dan kecepatan yang dibutuhkan untuk melawan ancaman udara modern seperti pesawat siluman atau rudal jelajah canggih.

Dalam hal sensor dan radar, Korea Utara menggunakan kombinasi sistem Soviet dan China yang lebih tua, bersama dengan beberapa desain dalam negeri. Radar SNR-75 “Fan Song”, yang digunakan dengan SA-2 dan sistem rudal lainnya, menyediakan pelacakan target dan panduan rudal tetapi tidak memiliki fitur canggih dari sistem radar modern.

Radar ini rentan terhadap gangguan dan relatif mudah dideteksi dan dinetralisir oleh teknik peperangan elektronik yang lebih canggih. Selain itu, Korea Utara diketahui menggunakan sistem radar P-18, yang merupakan jenis radar 2D yang menawarkan kemampuan deteksi pada jarak menengah.

Akan tetapi, sistem ini tidak memiliki fitur pelacakan presisi dan multitarget seperti radar baru, yang secara signifikan membatasi kemampuannya untuk melawan pesawat siluman atau rudal berkecepatan tinggi.

Meskipun ada upaya untuk mengembangkan sistem yang lebih baru, jaringan pertahanan udara Korea Utara kesulitan dalam mengintegrasikan dan mengoordinasikan berbagai platformnya. Sistem tersebut sering kali terisolasi, dengan interkonektivitas terbatas antara radar, pusat komando, dan platform rudal.

Fragmentasi ini mencegah Korea Utara menciptakan perisai pertahanan udara yang terintegrasi sepenuhnya yang mampu secara efektif melawan ancaman udara modern.

Ketergantungan negara itu pada teknologi lama, termasuk sistem radar yang tidak dapat melacak banyak target secara efektif, semakin mengurangi efektivitas jaringan pertahanan udaranya.

Meskipun Korea Utara telah membuat langkah maju dalam mengembangkan sistem pertahanan udaranya sendiri, termasuk KN-06, negara itu masih jauh tertinggal dari negara lain dalam hal teknologi dan kemampuan.

Keterbatasan dalam presisi radar, kendali rudal, dan integrasi sistem membuat Korea Utara rentan terhadap berbagai ancaman udara modern.

Oleh karena itu, negara tersebut terus berupaya mendapatkan sistem pertahanan canggih dari luar negeri, termasuk akuisisi potensial dari Rusia, untuk memodernisasi dan meningkatkan kemampuan pertahanannya. Namun, tantangannya tetap ada: Korea Utara harus mengatasi kesenjangan teknologi yang signifikan agar dapat menyamai sistem pertahanan udara yang digunakan oleh negara-negara tetangga dan musuhnya.

Hingga saat itu, pertahanan udaranya akan terus bergantung pada berbagai sistem yang sudah ketinggalan zaman dan kurang berkemampuan yang sulit mengimbangi pesatnya perkembangan sifat peperangan udara modern.

Manuver Rusia Seimbangkan Kekuatan Barat

Pengiriman sistem pertahanan udara ke Korea Utara merupakan contoh utama bagaimana Rusia menggunakan aset militernya untuk menggeser keseimbangan kekuatan dengan kepentingan sekutu dan musuh di Barat.

Pengalihan ini bukan sekadar isyarat diplomatik—melainkan tindakan konkret yang menunjukkan kesediaan Rusia untuk mempersenjatai negara-negara yang secara langsung menentang kepentingan AS, serta kesiapannya untuk menggunakan dukungan militer sebagai pengaruh dalam kalkulasi geopolitik yang lebih luas.

Keputusan untuk memberi Korea Utara persenjataan canggih tersebut menunjukkan banyak hal tentang prioritas strategis Rusia, yang menandakan bahwa Rusia tidak takut untuk mengganggu status quo dan menantang pengaruh AS melalui komitmen militer yang nyata.

Dalam konteks ini, peringatan nuklir Medvedev tidak bisa dianggap enteng. Singkatnya, Rusia berjanji akan menyediakan teknologi dan senjata nuklir bagi musuh AS jika Ukraina menerimanya dari Barat.

Sejarah Rusia dalam memasok perangkat keras militer yang signifikan ke negara-negara seperti Korea Utara menunjukkan bahwa Rusia tidak membuat ancaman kosong.

Jika Kremlin tidak memiliki keraguan dalam memasok sistem pertahanan udara canggih ke negara nakal, sangat masuk akal jika Kremlin akan menepati janjinya untuk memasok senjata atau teknologi nuklir ke musuh AS jika keadaan mendorong mereka untuk melakukannya.

Pengiriman persenjataan modern ke Korea Utara merupakan indikator yang jelas kalau Rusia siap untuk meningkatkan ketegangan dan bertindak atas ancamannya, menjadikan pernyataan Medvedev sebagai peringatan serius, bukan peringatan kosong.

(oln/BM/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini