TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, mengomentari putusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.
Menurutnya, surat perintah penangkapan itu tidak cukup.
"Mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel saja tidak cukup, melainkan surat perintah kematian harus dikeluarkan," kata Ali Khamenei dalam pidatonya hari ini, Senin (25/11/2024).
Pemimpin Iran itu menekankan bahwa mengebom rumah dan rumah sakit bukanlah sebuah kemenangan, melainkan kejahatan perang.
"Apa yang dilakukan rezim Zionis (Israel) di Gaza dan Lebanon bukanlah kemenangan, melainkan kejahatan perang. Surat perintah penangkapan tidaklah cukup," katanya, seperti diberitakan IRNA.
Ia yakin bahwa kelompok perlawanan akan memperluas jangkauannya untuk melawan Israel.
Pernyataan ini muncul setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Yoav Gallant.
"Pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dua orang, Tn. Benjamin Netanyahu dan Tn. Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024, hari ketika Penuntutan mengajukan permohonan surat perintah penangkapan," bunyi pernyataan resmi ICC, yang dirilis pada Kamis (21/11/2024).
"Masing-masing memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan berikut sebagai pelaku bersama karena melakukan tindakan tersebut bersama-sama dengan orang lain: kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode peperangan; dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya," lanjutnya, merujuk pada Netanyahu dan Yoav Gallant.
"Pengadilan juga menemukan alasan yang wajar untuk meyakini bahwa Tn. Netanyahu dan Tn. Gallant masing-masing memikul tanggung jawab pidana sebagai atasan sipil atas kejahatan perang karena secara sengaja mengarahkan serangan terhadap penduduk sipil," lanjutnya.
Sebelumnya pada bulan Mei lalu, Jaksa ICC Karim Khan juga mengajukan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Hamas; Yahya Sinwar; Komandan Brigade Al-Qassam, Muhammad Deif; dan Kepala Biro Politik Hamas di Qatar, Ismail Haniyeh.
Baca juga: Profil 3 Hakim ICC yang Keluarkan Surat Penangkapan Netanyahu Cs
Selain di Jalur Gaza, Israel memperluas serangannya ke Lebanon selatan sejak Senin (23/9/2024) dengan dalih menargetkan Hizbullah.
Hizbullah mendukung perlawanan Palestina, Hamas, sejak 8 Oktober 2023 dan terlibat pertempuran dengan Israel di perbatasan Lebanon selatan dan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Hizbullah bersumpah akan berhenti menyerang Israel jika Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 44.211 jiwa dan 104.567 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Minggu (24/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Mayadeen.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel