TRIBUNNEWS.COM - Militer Israel telah melancarkan serangan udara intensif di seluruh Lebanon pada Senin (25/11/2024), mengakibatkan ledakan besar yang menewaskan belasan orang.
Di satu sisi, para pejabat Israel dan Lebanon mengeklaim bahwa mereka hampir mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hizbullah.
Serangan yang dilancarkan Israel menghantam berbagai lokasi, termasuk gedung komersial dan perumahan di Beirut serta kota pelabuhan Tyre.
Menurut laporan, serangan ini telah mengakibatkan kematian sedikitnya 12 orang di Tyre.
Sehingga menambah angka keseluruhan korban jiwa di Lebanon menjadi lebih dari 3.700 sejak dimulainya perang dua bulan lalu.
Serangan ini menjadi semakin merusak, lebih sering, dan sering terjadi tanpa peringatan, menyulitkan penduduk untuk mencari perlindungan dari rudal dan pesawat tak berawak.
Zein Basravi dari Al Jazeera melaporkan dari Beirut bahwa serangan Israel selama beberapa hari terakhir semakin intens, menciptakan suasana ketidakpastian dan ketakutan di kalangan penduduk.
Apakah Ada Harapan untuk Gencatan Senjata?
Di tengah meningkatnya ketegangan, Duta Besar Israel untuk AS, Mike Herzog, menyatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata mungkin akan tercapai dalam beberapa hari.
Ia menjelaskan kepada Radio Angkatan Darat Israel bahwa masih ada beberapa poin yang perlu diselesaikan, dan kesepakatan akhir memerlukan persetujuan dari pemerintah.
Kabinet keamanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dijadwalkan akan bersidang pada hari Selasa untuk membahas usulan gencatan senjata.
Baca juga: Kabinet Israel Disebut akan Bertemu Hari Ini untuk Bahas Gencatan Senjata Hizbullah-Israel
Namun, Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Danny Danon, menegaskan bahwa meskipun ada kesepakatan, Israel akan tetap mempertahankan kemampuan untuk menyerang wilayah selatan Lebanon.
Elias Bou Saab, Wakil Ketua Parlemen Lebanon, menyampaikan kepada kantor berita Reuters bahwa tidak ada hambatan serius yang tersisa untuk menerapkan gencatan senjata yang diusulkan AS, kecuali ada perubahan sikap dari Netanyahu.
Ia juga mengemukakan bahwa usulan tersebut memerlukan penarikan militer Israel dari Lebanon selatan dan penempatan tentara reguler Lebanon di wilayah perbatasan yang selama ini menjadi basis Hizbullah.
Apa yang Menghambat Gencatan Senjata?
Meskipun ada kemajuan dalam perundingan, Bou Saab menuduh Israel meningkatkan serangannya untuk menekan Lebanon agar memberikan konsesi dalam negosiasi.
Pejabat AS juga memperingatkan bahwa meskipun ada kemajuan, negosiasi mungkin menghadapi hambatan di menit-menit terakhir.
Presidensi Prancis juga melaporkan kemajuan dalam perundingan gencatan senjata dan mendesak Israel serta Hizbullah untuk memanfaatkan kesempatan ini.
Di dalam kabinet keamanan Netanyahu, ada perpecahan pendapat.
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang dikenal sebagai anggota berhaluan kanan, menyatakan penentangannya terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Ben-Gvir menyebutnya sebagai "kesalahan besar" dan kesempatan yang hilang untuk mengatasi Hizbullah.
Meskipun ada harapan untuk gencatan senjata, pertempuran terus berlanjut.
Israel melancarkan serangan yang mengakibatkan sedikitnya 29 orang tewas di Beirut.
Sedangkan Hizbullah merespons dengan serangan roket besar-besaran.
Militan dilaporkan menembakkan 250 rudal ke wilayah Israel.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lebanon melaporkan bahwa serangan Israel sejak Oktober 2023 telah menewaskan 3.768 orang dan memaksa lebih dari satu juta orang mengungsi.
Di sisi lain, serangan Hizbullah telah mengakibatkan 45 korban jiwa di Israel utara, The Times of Israel melaporkan.
Dengan situasi yang terus berkembang, banyak yang berharap bahwa momen gencatan senjata yang ditunggu-tunggu akan segera tiba.
Namun, sejarah menunjukkan bahwa konflik sering diikuti dengan gencatan senjata, dan semua pihak masih menantikan hasil akhirnya.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)