TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi menerapkan "Undang-Undang Invasi Den Haag", untuk melindungi sekutunya Israel dari putusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)
Mengutip dari Anadolu, UU Invasi Den Haag diberlakukan merespon surat perintah penangkapan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk PM Israel Benjamin Netanyahu.
Selain Netanyahu, ICC juga memerintahkan 124 negara untuk menangkap mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.
Adapun penangkapan ini di layangkan ICC lantaran keduanya memikul tanggung jawab pidana" atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan dan penganiayaan, serta tindakan tidak manusiawi lain bersama pihak lain yang terkait.
"Pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dua orang, Tn. Benjamin Netanyahu dan Tn. Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024, hari ketika Penuntutan mengajukan permohonan surat perintah penangkapan," demikian pernyataan ICC.
Namun demi melindungi Netanyahu dari kejaran ICC, AS menerapkan "Undang-Undang Invasi Den Haag"
Matthew Hoh, direktur asosiasi Eisenhower Media Network, menjelaskan undang-undang tersebut merupakan UU tahun 2002, yang secara resmi diberi judul Undang-Undang Perlindungan Anggota Militer Amerika.
UU tersebut awalnya diberlakukan selama pemerintahan Presiden George W. Bush untuk melindungi AS dan warga negara sekutunya dari penuntutan ICC.
Namun sebagai tanggapan terhadap surat perintah penangkapan ICC terhadap Netanyahu dan Gallant, UU tersebut kembali diberlakukan untuk memblokir investigasi ICC terhadap potensi kejahatan perang AS.
AS Ancam Sanksi ICC
Tak hanya merilis UU Invasi Den Haag, untuk menjegal ICC Pemerintah AS dibawah kepemimpinan Presiden terpilih Donald Trump kabarnya bakal disebut menjatuhkan sanksi kepada Mahkamah Kriminal Internasional.
Trump disebut bakal menjatuhkan sanksi kepada ICC usai dirinya resmi menjabat lagi di Gedung Putih mulai Januari mendatang.
Tak dijelaskan secara rinci sanksi apa yang akan diberikan AS untuk ICC.
Baca juga: Polandia Siap Tangkap Netanyahu Sesuai dengan Surat Perintah ICC, Bantah PM Israel Kebal Hukum
Namun menurut seorang sumber pemerintah AS yang tidak mau disebutkan namanya, sanksi bakal diberikan kepada seluruh pejabat ICC, termasuk Kepala Jaksa ICC, Karim Khan dan pejabat lainnya yang mengeluarkan surat penangkapan tersebut.
Kabar ini semakin kuat setelah Mike Waltz, calon Penasihat Keamanan Nasional dalam kabinet Trump, memberikan sinyal keras terhadap keputusan ICC.
Waltz mengatakan bahwa pemerintahan Trump akan menunjukkan sikap tegas terhadap apa yang mereka anggap sebagai bias anti-Israel di ICC dan lembaga-lembaga internasional lainnya, termasuk PBB.
Sekutu Israel Tolak Perintah ICC
Kendati perintah penangkapan PM Netanyahu ini mesti dipatuhi oleh 124 negara di dunia yang menjadi anggota ICC.
Akan tetapi masih ada beberapa negara yang menolak menangkap Netanyahu CS.
Diantaranya negara Prancis, pemerintah Prancis mengubah sikapnya menolak perintah ICC untuk menangkap Netanyahu.
Pemerintah Prancis berdalih penolakan dilakukan karena Netanyahu memiliki kekebalan hukum karena Israel bukan anggota ICC.
Namun menurut kelompok hak asasi manusia, Prancis tampaknya lebih memprioritaskan hubungan politik dengan Netanyahu dibanding keadilan bagi korban kejahatan perang.
Langkah ini juga dianggap sebagai "hadiah" kepada Netanyahu atas kesepakatan gencatan senjata yang didukung Prancis di Lebanon, memperkuat tuduhan bahwa Prancis mengorbankan prinsip hukum demi kepentingan politik.
Selain Prancis, belakangan ini Jerman, Hungaria, Argentina, Paraguay dan Austria turut menentang surat perintah penangkapan bagi Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Gallant.
(Tribunnews.com / Namira Yunia)