TRIBUNNEWS.COM - Militer Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan udara di Suriah setelah rezim Bashar al-Assad runtuh pada akhir pekan lalu.
AS bukan satu-satunya negara yang mengambil kesempatan dalam masa ketidakstabilan pemerintahan di Suriah.
Pasukan Amerika, Israel, dan Turki semuanya terlibat dalam pengeboman sejumlah target di seluruh Suriah selama beberapa hari terakhir.
Namun, ketiganya dinilai memiliki maksud dan kepentingan yang berbeda, dikutip dari Business Insider.
Bagi Amerika Serikat, serangan ini bertujuan untuk terus memburu ISIS, seperti yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, tetapi kali ini dengan intensitas yang lebih tinggi untuk menyingkirkan kelompok tersebut.
Presiden AS Joe Biden telah menyatakan misi ini akan terus berlanjut, meskipun ada ketidakpastian tentang masa depan kepemimpinan Suriah.
AS telah berulang kali menyatakan, mereka berkomitmen untuk mengalahkan ISIS selamanya.
"Kami tidak ingin memberi ISIS kesempatan untuk memanfaatkan situasi yang sedang terjadi," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, kepada wartawan, Selasa (10/12/2024).
Aksi Militer Meluas di Suriah
1. Amerika Memerangi ISIS
Saat pasukan pemberontak mencapai Damaskus pada Minggu (8/12/2024) dan Presiden Suriah Bashar al-Assad meninggalkan negara itu, pesawat pengebom B-52 Angkatan Udara AS, jet tempur F-15, dan pesawat serang A-10 mengebom target-target ISIS di Suriah tengah.
Serangan tersebut menghantam para pemimpin, operator, dan kamp-kamp ISIS, kata Komando Pusat AS (US CENTCOM), yang mengawasi operasi-operasi di Timur Tengah.
Berbicara kepada wartawan, seorang pejabat senior pemerintah menyebut operasi ini "penting."
Baca juga: PM Suriah yang Ditunjuk HTS Mulai Bekerja pada Pemerintahan Transisi dengan Batas Waktu Bulan Maret
Pejabat tersebut mengatakan pesawat tempur AS menjatuhkan sekitar 140 amunisi untuk menyerang 75 target.
Militer AS menyatakan tujuan serangan ini adalah untuk mencegah ISIS bangkit kembali di Suriah tengah.
Jonathan Lord, mantan analis politik-militer di Pentagon, mengatakan kepada Business Insider, militer AS khawatir ISIS dapat melarikan diri dari kekacauan ini, sehingga mereka menyerang sebanyak mungkin target.