Israel dipaksa menerima gencatan senjata dengan gerakan perlawanan Hizbullah setelah menderita kerugian besar setelah hampir 14 bulan bertempur dan gagal mencapai tujuannya dalam agresi terhadap Lebanon.
Perjanjian gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 27 November, memberi Israel waktu hingga akhir Januari untuk menarik diri dari seluruh wilayah Lebanon selatan.
Pada hari Rabu juga, militer Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah menarik pasukannya dari Khiam sesuai dengan gencatan senjata dengan Hizbullah.
Meskipun demikian, disebutkan bahwa pasukan pendudukan masih dikerahkan di wilayah lain di Lebanon selatan.
AS Pantau Penarikan Mundur Pasukan Israel
Lebih lanjut, Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) mengatakan dalam posting X bahwa pemimpinnya Jenderal Erik Kurilla mengunjungi Beirut pada hari Rabu untuk memantau penggantian tentara Israel oleh pasukan Lebanon di Khiam.
"Ini adalah langkah awal yang penting dalam pelaksanaan penghentian permusuhan yang langgeng dan meletakkan dasar bagi kemajuan yang berkelanjutan," kata Kurilla, yang juga bertemu dengan Panglima Angkatan Bersenjata Lebanon Jenderal Joseph Aoun.
Perang Israel di Lebanon menewaskan hampir 4.000 orang dan melukai lebih dari 16.000 lainnya, menurut kementerian kesehatan negara itu.
Hizbullah membuka front dukungan bagi warga Palestina di Gaza hanya sehari setelah Israel melancarkan perang terhadap wilayah yang terkepung itu pada Oktober 2023, melancarkan sejumlah serangan balasan terhadap target-target Israel di tanah yang diduduki.
Israel Beralih ke Perang Suriah
Israel berhenti sementara berperang dengan Hizbullah.
Ternyata Israel mengalihkan pasukan militernya untuk menyerang Suriah.
Setelah jatuhnya Presiden Suriah Bashar al-Assad, Israel telah merambah Suriah, wilayah tetangganya itu.
Sejak pelarian dramatis al-Assad ke Rusia pada Minggu (8/12/2024), Israel telah menyerang Suriah lebih dari 400 kali meskipun ada protes dari PBB.
Israel melancarkan serangan militer ke zona penyangga yang telah memisahkan kedua negara itu sejak 1974.
Agresi militer Israel terjadi saat negara tersebut mencoba beralih dari 53 tahun pemerintahan keluarga dinasti.