TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Keberadaan Panchen Lama di Tibet mendapat sorotan media asing.
Daily Mirror Online menuding Panhen Lama, sebutan untuk jabatan tertinggi kedua pemuka agama Buddha Tibet, hanya mewakili kepentingan politik China.
"Dilema yang dihadapi (Presiden China) Xi Jinping dalam menggunakan ‘Panchen Lama’ yang disponsori Tiongkok untuk melegitimasi pilihannya terhadap Dalai Lama berikutnya, telah berkembang dalam berbagai aspek dan semakin rumit karena kurangnya kredibilitas Panchen Lama," demikian dikutip dari Daily Mirror Online pada Sabtu (14/12/2024).
Xi Jinping dinilai memaksakan pilihannya pada Dalai Lama ke-15 dalam mengantisipasi meninggalnya Dalai Lama saat ini.
Upaya itu disebut menghadapi kendala yang cukup besar.
Sebab, Gyaltsen Norbu, sebagai Panchen Lama yang dilantik Partai Komunis Tiongkok (PKT), dinilai gagal mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari masyarakat Tibet biasa.
Menurut tradisi Buddha Tibet, Dalai Lama dan Panchen Lama dimaksudkan untuk memainkan peran sebagai mentor spiritual satu sama lain, sekaligus mengakui reinkarnasi satu sama lain setelah kematian.
Ketika Dalai Lama melarikan diri ke India setelah kegagalan pemberontakan Tibet melawan pemerintahan Tiongkok, mendiang Panchen Lama memilih untuk tetap tinggal di Tibet.
Terlepas dari kesetiaannya kepada Tibet, ia menjadi pahlawan bagi rakyat Tibet setelah secara terbuka mengkritik PKT.
Karena hal ini, ia menghabiskan 15 tahun penjara dan, pada bulan Januari 1989, ditemukan tewas tak lama setelah mengkritik otoritas Tiongkok di Shigatse—kematian yang secara resmi dikaitkan dengan serangan jantung, namun secara luas diduga disebabkan tindakan tertentu.
Dilema Xi Jinping semakin dalam dengan adanya dua Panchen Lama yang bersaing: Gedhun Choekyi Nyima, yang diakui oleh Dalai Lama yang diasingkan, dan Gyaltsen Norbu, yang dipaksakan oleh Beijing.
Yang lebih rumit lagi adalah kedua Panchen Lama tersebut berada di bawah kendali fisik pemerintah Tiongkok, namun keduanya tidak dianggap sepenuhnya memenuhi syarat untuk memenuhi peran spiritual yang penting ini.
Nasib Gedhun Nyima masih menjadi misteri setelah dia dan keluarganya ditahan pada tahun 1995, tak lama setelah Dalai Lama mengakui dia sebagai Panchen Lama.
Meski mendapat kecaman dari dunia internasional, Tiongkok tetap merahasiakan keberadaannya dan hanya memberikan jaminan samar mengenai “kesejahteraan”nya.