Alasan ini yang menyebabkan Israel merugi hingga sepuluh setengah miliar shekel atau sekitar 3 miliar dolar AS akibat terputusnya jalur Laut Merah dan Laut Arab.
Reputasi Dagang Israel Hancur
Buntut serangan Houthi yang semakin memanas, lebih dari 180 kapal dagang internasional mulai mengalihkan rute pelayaran menuju Cape of Good Hope untuk menghindari Laut Merah yang tengah dikuasai Houthi.
Para analis khawatir apabila gangguan Houthi Yaman terus terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka hal ini berpotensi menghancurkan reputasi israel yang selama ini dikenal sebagai mitra dagang yang aman.
“Separuh pekerja di Pelabuhan Eilat Israel berisiko kehilangan pekerjaan dampak dari perusahaan pelayaran mengubah rute kapal untuk menghindari serangan militan Houthi di Yaman,” jelas juru bicara Federasi Histadrut.
Tak hanya itu, dampak lain yang ditimbulkan dari serangan Houthi juga berdampak buruk bagi sektor bisnis gas alam cair (LNG) Israel.
Sebelum konflik laut Tengah memanas, Israel sempat berambisi Israel untuk menjadikan dirinya sebagai eksportir Gas Alam Cair (LNG) terbesar di pasar internasional.
Namun akibat serangan brutal di kawasan itu, Israel semakin kesulitan untuk mengirimkan pasokan gas LNG-nya. Alhasil banyak mitra Israel yang memilih untuk beralih ke pasar lainnya yang jauh lebih aman.
Hal ini memicu tekanan inflasi dalam jangka pendek hingga Bank Sentral Israel terpaksa memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak 2020, dari awalnya 4,75 persen menjadi 4,5 persen.
Selain memicu krisis, perang juga membuat tingkat kemiskinan Israel melonjak tajam. Menurut catatan tahunan yang dirilis perusahaan riset Alternative Poverty Report, sebanyak 19,7 persen warga Israel kini kehilangan pendapatan imbas agresi perang.
(Tribunnews.com / Namira Yunia)