TRIBUNNEWS.COM - Asma al-Assad, istri mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad menjadi pusat perhatian setelah laporan media Turki menyebutkan bahwa ia sedang mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya.
Laporan serupa juga menyebutkan bahwa Asma ingin meninggalkan Rusia dan mencari kehidupan baru di Inggris, tempat ia dilahirkan.
Rusia dengan tegas membantah laporan ini.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menyatakan, klaim tersebut tidak memiliki dasar kenyataan, dikutip dari The Guardian dan BBC.
Ia juga menolak laporan yang menyebutkan bahwa Bashar al-Assad hidup di bawah pengawasan ketat dan memiliki aset yang dibekukan di Rusia.
Sementara pemerintah Inggris menegaskan bahwa Asma tidak diterima kembali.
Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy menyebut Asma sebagai individu yang dikenai sanksi internasional.
Meskipun masih memegang kewarganegaraan Inggris, kemungkinan pencabutan status ini juga telah dipertimbangkan.
Perdana Menteri, Keir Starmer mengatakan, tindakan serupa telah dilakukan terhadap individu yang bergabung dengan kelompok teroris, sehingga Asma pun berisiko menghadapi langkah serupa.
Situasi keluarga Assad di Moskow tetap menjadi topik hangat, terutama di tengah upaya Rusia menjaga hubungan dengan pemerintahan baru Suriah pasca-jatuhnya rezim Assad.
Profil Asma al-Assad
Baca juga: Puluhan Warga Suriah di Mesir Ditahan dan Terancam Deportasi usai Rayakan Kejatuhan Assad
Asma al-Assad lahir di Acton, London Barat, pada tahun 1975 dari keluarga Suriah.
Ayahnya adalah seorang ahli jantung, sedangkan ibunya bekerja sebagai diplomat di Kedutaan Besar Suriah di London.
Asma tumbuh di Inggris dan menjalani pendidikan di sekolah ternama sebelum melanjutkan studi di King’s College London. Ia memperoleh gelar di bidang informatika dan ekonomi.
Setelah lulus, Asma bekerja di sektor keuangan di London, termasuk di Deutsche Bank dan JPMorgan.