TRIBUNNEWS.COM - Jaksa di Korea Selatan mengungkapkan fakta baru mengenai Presiden Yoon Suk Yeol yang diduga mengizinkan penggunaan kekerasan, termasuk penembakan, oleh militer saat pemberlakuan darurat militer.
Temuan ini diungkapkan dalam laporan setebal 10 halaman yang diperoleh AFP pada 28 Desember 2024.
Laporan tersebut merupakan bagian dari dakwaan terhadap mantan Menteri Pertahanan Kim Yonghyun.
Dalam laporan, Yoon disebut memberikan instruksi ekstrem kepada Kepala Komando Pertahanan Ibu Kota, Lee Jinwoo, untuk memaksa masuk ke Majelis Nasional.
"Apakah kalian masih belum masuk? Apa yang kalian lakukan? Dobrak pintu dan seret mereka keluar, bahkan jika itu berarti menembak," ujar Yoon sesuai dengan dokumen yang dikutip dari AL Arabiya.
Yoon juga dilaporkan memerintahkan Kepala Komando Kontraintelijen Pertahanan, Jenderal Kwak Jongkeun, untuk memastikan anggota parlemen dikeluarkan dari ruang sidang.
"Dobrak pintu-pintu dengan kapak jika perlu dan seret semua orang keluar," perintahnya.
Presiden Yoon Terapkan Darurat Militer di Korsel
Pada 3 Desember 2024, Yoon Suk Yeol mengumumkan pemberlakuan darurat militer untuk melindungi negara dari kekuatan antinegara yang dianggap bersimpati dengan Korea Utara.
Keputusan ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk politisi dalam negeri yang menilai tindakan tersebut ilegal dan inkonstitusional, seperti yang dilaporkan oleh BBC.
Politisi dari berbagai partai, termasuk Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dipimpin oleh Yoon, mengkritik keputusan tersebut.
Beberapa anggota partai merasa langkah ini terlalu drastis dan berpotensi merusak stabilitas politik negara.
Pemimpin oposisi terbesar, Lee Jaemyung dari Partai Demokrat (DP), segera menentang keputusan tersebut dan menyerukan anggota parlemen untuk berkumpul di gedung parlemen.
Seruan Lee mendapat respons luar biasa dari masyarakat, dengan ribuan orang bergegas menuju gedung parlemen yang dijaga ketat oleh aparat keamanan.
Pada sekitar pukul 01.00 pada hari Rabu, parlemen Korea Selatan yang dihadiri oleh 190 dari 300 anggotanya menggelar pemungutan suara untuk memutuskan nasib deklarasi darurat militer tersebut.
Setelah perdebatan panjang dan sorakan dari para pengunjuk rasa, keputusan diambil untuk menolak usulan tersebut, menjadikan deklarasi darurat militer yang dikeluarkan oleh Presiden Yoon tidak sah.
Korea Selatan terakhir kali memberlakukan darurat militer pada tahun 1979, dan situasi ini semakin menambah tekanan terhadap Yoon di tengah persidangan pemakzulannya.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).