TRIBUNNEWS.COM, BADUNG - Komunikasi anonim di dunia maya dengan tak mengungkap jati diri berdampak positif maupun negatif. Namun dalam beberapa kondisi, anonimitas dibutuhkan untuk melindungi keselamatan jiwa orang.
Hal ini terungkap dalam diskusi sesi "Online anonymity,freedom of expression & internet governance" di ajang IGF 2013, di Nusa Dua, Badung, Kamis (24/10/2013). Jorge seorang jurnalis asal Meksiko mengatakan di negerinya, penggunaan akun anonim terkait dengan hidup mati seseorang. "Karena warga sipil menggunakan Twitter untuk melaporkan tentang (perdagangan) obat bius dan kekerasan, mereka bisa terbunuh," kata Jorge.
Nicola Douglas, anggota Youth IGF Poject, yang memimpin sesi diskusi menyetujui situasi di Meksiko. "Bagi sejumlah orang anonimitas menjadi krusial, itu melindungi mereka sehari-hari," kata Nicola.
Donny Bu, seorang peserta asal Indonesia dari ICT Watch menyatakan soal anonim atau tidak bukan jadi masalah. Akan tetapi bagaimana pengguna internet mengetahui mana informasi yang kredibel dan yang tidak kredibel. Namun khusus di Indonesia, UU Pers sudah melindungi media menggunakan konsep anonimitas. "Bagi media yang banyak mengungkap hal-hal yang sensitif seperti kasus korupsi memang perlu mengetahui tentang konsep-konsep anonimus," kata Donny.
Diskusi juga menyuguhkan perdebatan bahwa anonimitas berimbas negatif. Beberapa panelis menyampaikan kritik atas tindakan anonim di dunia online.
Dalam diskusi itu juga dipaparkan hasil survei dari Youth IGF Project tentang anonimitas. Survei menyebutkan bahwa dua dari tiga responden mengakui mereka pernah berkomunikasi tanpa mengungkap jati diri mereka.
Adapun salah satu sisi negatif menurut survei tersebut, identitas anonim adalah orang terkadang bertindak kasar dengan identitas anonim. "71 persen merasa orang lebih "nakal" dengan identitas anonim. 37 persen mengatakan mereka menerima perlakuan kasar dari orang yang menggunakan akun anonim. Dan 25 persen mengaku mereka akan jadi lebih nakal bila menggunakan identitas anonim."