TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA- Koalisi Indonesia Bersih (KIB)mengecam keras dengan keputusan PT Telkom yang melakukan tukar guling anak usahanya PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) ke Tower Bersama Infrastructure (TBIG) beberapa waktu lalu. Keputusan Telkom melakukan tukar guling berpotensi sangat merugikan keuangan negara.
Hal ini diutarakan Arif Rahman, Koordinator Aksi Koalisi Indonesia Bersih dalam siaran persnya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (17/10/2014)
Seharusnya kata Arif, Telkom tidak menjual atau jual saham perusahaan yang menguntungkan. Yang harus dijual itu, perusahaan yang merugi.
“Mitratel merupakan perusahaan yang memiliki prospek yang baik ke depan , mengapa harus dijual. Ada motif apa dibelakang penjualan saham Mitratel?, Tukar guling saham ini pun tidak melalui persetujuan DPR. Dimana para anggota Dewan terhormat berada ketika aset negara dirampas? Bersuara dan lakukan tindakan nyata terhadap kasus ini.” Kata Arif
Seperti diketahui Telkom menjual 49 persen saham Mitratel kepada TBIG seharga Rp 2,31 triliun. TBIG tidak membayar dalam bentuk tunai ke PT Telkom, melainkan dengan menukar 290 juta saham TBIG. Dengan demikian, keseluruhan saham Telkom di Mitratel saat ini dihargai Rp 4,71 triliun atau Rp 1,2 miliar per menara, karena saat ini Mitratel memiliki 3928 menara.
Potensi kerugian negara bisa dilihat: Pertama, pembayaran bukan tunai. TBIG membayar Telkom dengan menerbitkan saham baru senilai Rp 7.972 per saham. Dengan demikian, Telkom berisiko menderita kerugian bila harga saham jatuh di bawah Rp 7.972. Ingat, harga saham fluktuatif, naik turun.
Tidak ada keuntungan apapun bagi Mitratel dan Telkom dari akuisisi atau penukaran saham 5,7 % milik TBIG dengan 49% saham Mitratel. Akuisisi ini juga kami pandang akuisisi terburuk yang pernah dilakukan BUMN sepanjang sejarah. Ini merupakan kesalahan fatal.
Telkom membesarkan anak macan, membesarkan kompetitor Mitratel dan sebaliknya mematikan Mitratel. Makin tak masuk akal, bilamana 100 % saham Mitratel nantinya akan ditukar dengan 13.7 % saham TBIG.
Menurut Arif ,Telkom menjual Mitratel dengan harga rata-rata per menara sebesar Rp 1,2 miliar. Pada saat hampir bersamaan, XL Axiata yang menjadi pesaing Telkomsel, menjual 3.500 menara ke PT Solusi Tunas Pratama Tbk dengan harga Rp 5,6 triliun dalam bentuk tunai. Itu artinya, XL berhasil mendapatkan harga Rp 1,6 miliar per menara. Selisih harga antara harga yang ditetapkan Telkom dan XL adalah Rp 400 juta per menara. Kenapa dijual murah? Untuk siapa dijual murah? Siapa yang diuntungkan? Yang jelas bukan negara yang diuntungkan, tapi TBIG yang meraup untung besar?.
Penjualan 49 persen saham Mitratel juga disertai dengan persetujuan Telkom untuk melepas kendali manajemen ke TBIG, padahal Telkom masih menjadi pemegang saham terbesar (51 persen).
KIB menduga ini merupakan upaya sistimatis untuk “merampas” aset-aset negara dengan bungkus jual beli yang tidak wajar. Dan perlu dipertayakan apakah orang-orang yang melakukan hal ini pantas dalam cabinet pemerintahan baru.
Oleh karena itu KIB mendesak KPK untuk segera mengusut dan melakukan investigasi dibalik transaksi tidak wajar tukar guling saham anak perusahaan Telkom PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitrattel) ke TBIG.
KIB juga berharap KPK segera melakukan investigasi potensi kerugian negara dari tukar guling dan segera mengadili pelaku dari mafia telekomunikasi. Serta menolak terhadap pejabat untuk duduk dalam kabinet baru yang memiliki rekam jejak tidak bersih.