TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketika publikasi berjudul "A Novel Reproductive Mode in Frogs: A New Species of Fanged Frog with Internal Fertilization and Birth of Tadpoles" muncul di jurnal PLOS ONE pada 31 Desember 2014 lalu, dunia terkejut.
Media sains dan umum di dunia internasional ramai mengutip publikasi tersebut. Sejumlah pakar reptil dan amfibi dunia menyatakan bahwa publikasi tersebut mengagumkan sekaligus sangat berharga.
Makalah memuat penemuan spesies baru katak bertaring Sulawesi, Limnonectes larvaepartus. Bukan cuma kebaruan jenis yang membuat dunia terkejut, melainkan juga kebaruan reproduksinya. Katak itu merupakan satu-satunya katak di dunia yang melahirkan kecebong.
Dunia bertanya-tanya, bagaimana bisa katak yang tak memiliki penis melakukan pembuahan di dalam tubuh? Bagaimana caranya menyetor sperma ke betina? Lalu, bagaimana mungkin katak tak bertelur, tetapi langsung melahirkan kecebong?
Djoko Tjahjono Iskandar adalah herpetolog (pakar amfibi dan reptil) di balik penemuan katak itu. Dia adalah ilmuwan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berkali-kali membuat geger dunia sains lewat temuan-temuannya.
Pria kelahiran Bandung, 23 Agustus 1950, tersebut memulai karier sebagai herpetolog pada tahun 1978. Pilihannya menekuni katak dan reptil sangat tidak populer. "Waktu itu belum ada ahli katak di Indonesia. Saya satu-satunya. Bisa dibilang saya pioneer," katanya.
Untuk menekuni katak-katak Indonesia, dia harus belajar dari ahli dari luar negeri. Ia berkorespondensi lewat surat, salah satunya dengan Robert Frederick Inger, ahli katak dan reptil dari Field Museum yang juga banyak mempelajari keanekaragaman hayati Indonesia.
Ketekunan Djoko membuahkan hasil. Hanya tiga tahun setelah memulai kariernya, pria yang meraih gelar doktor dari Université Montpellier 2 di Montpellier Perancis ini menemukan Barbourula kalimantanensis, katak famili Discoglossidae pertama yang ditemukan di Borneo.
Tahun 2008, ia kembali meneliti Barbourula kalimantanensis. Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Current Biology pada 6 Mei 2008 mengungkap fakta baru. Katak kepala pipih itu ternyata tidak punya paru-paru.
"Waktu itu geger juga. Jenis itu adalah satu-satunya katak di dunia yang tidak memiliki paru-paru, bernapasnya dengan kulit," ungkap Djoko yang mengaku menemukan jenis katak itu di Sungai Pinoh, bagian dari Kapuas, Kalimantan Barat.
Studi kemudian mengungkap bahwa populasi Barbourula kalimantanensis sangat minim. International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyatakan bahwa spesies tersebut terancam punah pada 3 Juni 2013.
Selain Barbourula kalimantanensis, penemuan spektakuler Djoko lain adalah Cyrtodactylus batik. Spesies itu adalah cicak jari bengkok yang ditemukan di Gunung Tompotika, wilayah Sulawesi Tengah.
"Coraknya memang seperti batik," kata Djoko. Ia menyebutnya sebagai spesies cicak tercantik yang pernah ditemukan. Penemuan ini dipublikasikan di jurnal Zootaxa pada 29 April 2011.
Malang melintang dalam dunia ilmu katak dan reptil, Djoko telah menjelajahi hutan di sebagian besar wilayah Indonesia. "Saya sudah ke 30 provinsi, tinggal dua yang belum, Bangka Belitung dan Maluku Utara," ujarnya.