TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mengembangkan beras tiruan atau beras analog, yang dibuat dari bahan baku lokal (bukan impor). Beras analog ini menyehatkan dan tidak mengandung bahan kimia seperti beras plastik.
“Beras ini berasal dari jagung, ubi kayu dan atau sagu sehingga dijamin aman bahkan mempunyai manfaat kesehatan seperti indeks glikemik rendah,” kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Listyani dalam laman Setkab , Senin (25/5/2015).
Menurut Listyani, media massa menyebut beras plastik yang ditemukan di Bekasi mengandung polyvinyl chloride, suatu produk petrokimia yang bila dikonsumsi tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan dan menimbulkan reaksi penolakan dari dalam tubuh.
Beras plastik, kata Listyani, berbahaya, karena dalam jangka pendek menyebabkan keracunan dan dalam jangka panjang akan merusak organ-organ tubuh seperti ginjal dan organ pencernaan.
Sementara beras analog yang dikembangkan BPPT, disamping teknik proses produksinya juga dikembangkan atau peralatan produksinya. Diseminasi teknologi juga telah dilakukan melalui pelaku usaha (UKM) di beberapa daerah.
“Yang paling penting, beras analog ini menggunakan bahan baku lokal, sehingga mengurangi ketergantungan akan pangan impor, termasuk impor beras,” kata Listyani.
Sebagai informasi, sebelumnya media memberitakan hasil analisa PT Sucofindo bahwa selain mengandung polyvinyl chloride, beras plastik juga mengandung bahan bersifat plastisizer plastik sepertibenzyl butyl phtalate (BBT), Bis 2-ethylhexyl phtalate (DEHP), dan diisononyl phtalate (DNIP). Ketiga bahan tersebut merupakan pelembut yang biasa digunakan bersamaan dengan polyvinyl chloride.
Listyani menjelaskan bahwa ketiga bahan tersebut digunakan untuk membuat (mencetak) beras yang mengandung senyawa polyvinyl chloride sehingga mirip seperti aslinya. Bahan-bahan tersebut adalah jenis produk turunan dari hasil tambang minyak bumi atau produk petrokimia yang peruntukannya untuk pembuatan barang-barang plastik contohnya pipa, yang tentu saja sangat tidak layak dan berbahaya bila dikonsumsi.
Beras plastik, jelasnya lagi, dibuat dari pati atau tepung yang yang dicampur dengan bahan dan bahan pembantu dari produk petrokimia diperkirakan untuk mendapatkan harga yang murah. “Patut diduga bahwa motivasi produsennya adalah untuk meraup keuntungan semata. Kasus ini mengingatkan kita akan kasus susu yang mengandung melamin,” katanya.