Jakarta, Kemendikbud --- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengadakan acara Bedah Buku “Laut dan Kebudayaan”. Bedah buku ini membahas gagasan Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia serta membuka wawasan dalam pengelolaan bahari yang dikaitkan dengan kebudayaan.
Direktur Sejarah dan Nilai Budaya Kemendikbud Endjat Djaenuderadjat mengatakan Indonesia memiliki kearifan lokal dalam kehidupan laut yang tidak dimiliki di tempat lain. “Seperti contohnya hukum 'Sasi Laut'. Yaitu hukum yang hanya ada di Indonesia bagian tengah-timur yang merupakan suatu hukum tradisi tentang kapan masyarakat bisa memanen (ikan) dan kapan tidak bisa memanen ke laut,” ujarnya saat acara bedah buku di Museum Nasional, Jakarta, (09/12/2014).
Enjat menuturkan, adat 'Sasi Laut' memberikan jeda waktu untuk mengambil hasil laut. Jeda itu untuk memberikan kesempatan agar ikan-ikan berkembang biak dan bertumbuh sebelum nantinya bisa dipanen lagi. "Misalnya bulan ini ikan diambil. Bulan depan tidak karena memberi kesempatan ikan untuk bertumbuh. Kemudian bulan depannya bisa diambil lagi. Seperti itu terus," katanya.
Buku “Laut dan Kebudayaan” diterbitkan pada Oktober 2014 dan ditulis oleh Mukhlis PaEni, Achmad Fediyani Saifuddin, Abdul Muis, Martono Yuwono, dan Arif Satria. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri memberikan pengantarnya di dalam buku ini yang disunting oleh Edi Sedyawati ini.
Dalam pengantar editor, Edi Sedyawati mengatakan tema “Laut dan Kebudayaan” diajukan atas dasar penglihatan bahwa suatu jenis lingkungan alam tertentu akan sedikit atau banyak memengaruhi dunia gagasan kelompok manusia yang hidup di sekitarnya. Dengan kata lain, lingkungan alam dapat memiliki pengaruh tertentu dalam pembentukan kebudayaan.
Acara bedah buku “Laut dan Kebudayaan” dibuka oleh Deputi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bidang Koordinasi Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Haswan Yunaz. Diharapkan, bedah buku ini dapat membuat masyarakat melihat laut sebagai basis kehidupan yang bermartabat dan sebuah kekayaan yang harus digali secara arif dan bijaksana. Terlebih, apabila berbasis pada kearifan lokal budaya setempat. (Desliana Maulipaksi).