News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kementerian ATR/BPN dan Polri Selamatkan Rp 85 Miliar dari Mafia Tanah

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri ATR/BPN dan Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Irjen. Pol. Nana Sudjana pada saat melakukan konferensi pers ungkap kasus sindikat mafia tanah dengan menggunakan sertifikat palsu dan e-ktp ilegal di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Rabu (12/2/2020).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kolaborasi antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam memberantas tuntas sengketa dan konflik pertanahan akibat mafia tanah lagi-lagi sukses membuahkan hasil. Kali ini, terungkap kasus sindikat mafia tanah dengan menggunakan sertifikat palsu dan e-ktp ilegal.

Kasus tersebut diungkapkan langsung oleh Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Irjen. Pol. Nana Sudjana pada saat melakukan konferensi pers ungkap kasus sindikat mafia tanah dengan menggunakan sertifikat palsu dan e-ktp ilegal di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Rabu (12/2/2020).

“Modus yang dilakukan tersangka adalah seolah-olah ingin membeli rumah kemudian sertifikat ditukar dengan sertifikat palsu untuk korban. Dengan cara menyediakan notaris fiktif, membuat KTP, NPWP hingga nomor rekening aktif, bahkan sindikatnya juga ada yang ikut mengecek sertifikat ke kantor pertanahan dengan korban.

Setelah itu, dengan alasan untuk fotokopi tersangka membawa sertifikat asli kemudian dikembalikan dengan sertifikat palsu yang telah disiapkan sebelumnya oleh tersangka kepada korbannya,” ungkap Nana Sudjana.

Baca: Berbenah, Ini Dia Transformasi Digital Ala Kementerian ATR/BPN

Lebih lanjut, Kapolda Metro Jaya mengatakan bahwa total kerugian yang disebabkan oleh 10 tersangka dalam kasus ini mencapai 85 Miliar Rupiah. “Setelah para tersangka berhasil memiliki dokumen asli untuk jual beli rumah tersebut, maka salah satu dari tersangka membawa sertifikat asli ke rentenir, sehingga total kerugian didapat dari akumulasi harga rumah dan uang yang didapat dari rentenir sejumlah 85 miliar rupiah,” jelas Nana Sudjana.

Sertifikat palsu sebagai barang bukti yang menjerat mafia tanah.

“Karena tersangka terjerat pasal 263 KUHP, 264 KUHP dan Undang-undang Nomor 8 tahun 2010, maka diupayakan total kerugian tersebut akan diselamatkan dan bisa dikembalikan kepada korban,” tambah Kapolda Metro Jaya.

Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil menjelaskan untuk mengurangi sengketa dan konflik pertanahan, Kementerian ATR/BPN sudah dan akan terus selesaikan dengan cara sistematik. “Semua tanah yang belum terdaftar maka kita daftarkan, kalau bisa keluar sertifikat maka kita sertifikatkan. Tanah yang belum jelas statusnya kita akan bereskan sehingga sengketa dan konflik pertanahan bisa kita kurangi,” ujar Sofyan A. Djalil.

Baca: Sofyan Djalil: Omnibus Law Cipta Kerja, Solusi Kurangi Tingkat Pengangguran

“Saat ini, Kementerian ATR/BPN sedang mengarah ke era digital, jadi semua dokumen pertanahan di digitalisasi. Kalau semua sudah elektronik, kita tidak akan mengeluarkan sertifikat berbentuk berkas seperti sekarang. Ini pekerjaan besar, dan diharapkan tahun 2024 sudah dapat terwujud dan dapat mengurangi ruang gerak mafia tanah,” ucap Menteri ATR/Kepala BPN.

Baca: Kementerian ATRBPN - Tanah Eks HGU seluas 320 Hektare Diserahkan Kepada Masyarakat di Sukabumi

Agar tidak terjadi kasus serupa, Menteri ATR/Kepala BPN mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap berhati-hati dalam melakukan jual beli tanah. “Mafia tanah biasanya menyasar ke perumahan dengan harga mahal. Untuk itu, tetap hati-hati dan saya imbau agar gunakan relasi notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang sudah dipercaya sehingga tidak ada PPAT figuran seperti ini,” himbau Sofyan A. Djalil. (*)

Ingin baca lebih banyak berita Kementerian ATR/BPN di Tribunnews? Silakan klik link ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini