TRIBUNNEWS.COM - Tribunnews.com membuka kontak Konsultasi yang akan dijawab Drg Anastasia Ririen
Drg R Ngt Anastasia Ririen Pramudyawati, alumnus Fakultas Kedokteran gigi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, siap menjawab segala pertanyaan seputar kesehatan gigi dan mulut di rubrik konsultasi gigi dan mulut Tribunnews.com.
Selama ini, perempuan kelahiran tepian Danau Tage - Epouto (Enarotali, Paniai, Papua) ini bekerja di Permata Pamulang Hospital, Happy Smile Dental Clinic Bali View Point (keduanya beralamat di Tangerang Selatan), dan praktek pribadi D-smile di wilayah Pondok Cabe, Selatan Jakarta.
Selain itu, juga aktif menulis di www.kompasiana.com/dokteranastasiaririen dan memberikan konsultasi soal kesehatan gigi dan mulut lewat media radio, serta mengisi rubrik konsultasi di Harian Tribun Kaltim.
Bagi pembaca Tribunnews.com yang ingin melakukan konsultasi masalah gigi dan mulut, silakan mengirimkan pertanyaan melalui email: dr_anastasia_ririen@yahoo.com.
Semua jawaban
Pertanyaan Pembaca
Dear Dokter Anastasia,
Saya Putut dari Semarang, ingin konsultasi.
Saat SD saya terjatuh dari tangga, hingga gigi depan atas saya patah setengah. Lalu saya biarkan hingga SMP, dan gigi berubah menghitam, lalu mati. Akhirnya saya memutuskan mencabutnya, dan memakai gigi palsu lepasan hingga sekarang. Sudah sekitar 7 tahun penggunaan.
Sekarang posisi gigi yang mengapit gigi palsu saya tersebut berantakan. Ada yang maju dan ada yang miring ke samping. Gigi palsu saya sendiri sekarang mudah copot. Alhasil saya memilih jarang berbicara. Dan karena postur saya tinggi, saya sering merasa malu bila berbicara di hadapan orang yang lebih pendek dari saya. Saya khawatir mereka dapat melihat gigi palsu saya tersebut.
Saat ini saya ingin mengganti gigi palsu saya tersebut dengan gigi palsu permanent/implant, Bu.. Nah pertanyaan saya, bagaimana dengan gigi yang berada di samping gigi palsu saya? Karena saya juga ingin merapikannya. Apakah saya harus mencabut dan menggantikannya pula dengan gigi palsu? Mengingat biaya untuk implant yang cukup mahal.
Terimakasih atas waktu dan perhatiannya, Ibu.. (Putut - Semarang)
Jawaban:
Mas Putut yang baik, terimakasih atas pertanyaan .
Meski sudah berlalu, jujur.. saya pribadi menyayangkan keterlambatan perawatan gigi seri pertama rahang atas kiri Mas Putut yang patah pasca peristiwa traumatis saat Mas Putut masih SD dulu tersebut. Andai saat itu langsung dirawatkan, kondisi anomali yang berlangsung tidak perlu hingga proses pencabutan gigi tersebut, Mas..
Pertanyaan pertama saya, pasca jatuh dulu, apakah langsung dirawat oleh dokter? Dan terkait kondisi gigi-geligi, apakah juga langsung dikonsultasikan dan dirawat oleh dokter gigi? Bila iya, perawatan apa sajakah yang diberikan? Apakah perawatannya hingga tahap tuntas?
Kedua, benarkah mahkota gigi yang patah hanya tersisa separo?
Adakah proses pendarahan yang dialami saat itu? Bila ada, bermuasal dari gusi ataukah dari dalam gigi, darah keluar? Bila dari gusi sekitar gigi saja, kemungkinannya bermuasal dari trauma pada gigi yang secara langsung juga melibatkan jaringan pendukung gigi tersebut, akibat kerasnya benturan yang terjadi.
Tetapi, andai berasal dari dalam material gigi itu sendiri, dari bagian manakah? Apakah darah keluar dari area patahan mahkotanya? Bila iya, maka besar kemungkinan gigi telah patah hingga melibatkan area pulpa gigi. Dalam hal ini perawatannya dengan tindakan pensterilan gigi. Baik dengan upaya amputasi jaringan pulpa gigi sebagian, maupun seluruhnya. Dan pada gilirannya beriringan dengan proses penyembuhan area trauma, gigi dapat kembali dipertahankan kesehatan dan fungsinya dalam rongga mulut.
Tetapi, andai ternyata tidak ada pendarahan apapun pada gigi, dan area patahan berwarna kekuningan selayaknya warna lapisan dentin gigi, perawatan yang paling tepat yakni dibuatkan mahkota pelapis (jacket crown) pada gigi patah tersebut segera setelah posisi gigi stabil dalam kantongnya di rahang, dan diprediksi tidak ada proses penghancuran material internal maupun akar gigi.
Mengapa perlu segera dilakukan? Karena bila terlambat diupayakan, maka kondisi terbukanya lapisan dentin gigi tersebut pada perjalanannya dapat mencetuskan terjadinya proses kematian gigi akibat terbukanya akses dunia luar terhadap bagian vital pulpa gigi. Dapat berimbas terinfeksinya jaringan pulpa gigi, yang bila berlanjut kronis dapat sebabkan kematiannya. Proses melanjut yang bila tidak juga segera dihentikan maka akan sebabkan kematian serta kehancuran seluruh material gigi. Dalam fase ini, gigi sudah tidak dapat dipertahankan lagi keberadaannya dalam rongga mulut kita. Harus dicabut.
Kecuali andai dalam perjalanannya, tanpa antisipasi ternyata sempat terjadi proses alamiah spontan penebalan lapisan dentin gigi hingga terbentuk lapisan schlerotic dentin yang menutup tubuli dentinalis, sehingga otomatis dapat menutup akses dunia luar terhadap area vital pulpa gigi. Yang lantaran itu gigi dapat saja tetap vital dan terjaga kesehatannya meski sebelumnya lapisan dentin sempat terbuka. Tetapi umumnya ini hanya berlangsung bila patahnya gigi belum begitu dalam dan tidak luas.
Pertanyaan berikutnya, apakah saat kejadian traumatis itu juga dibarengi goyahnya gigi patah tersebut bersama gigi-gigi sekitarnya? Apakah hingga melibatkan anomali traumatis pada rahang? Apakah didukung pula dengan pemeriksaan foto Rontgen? Bila iya, maka tergantung derajat keparahannya, dokter dapat mengambil pilihan tindakan menguatkan gigi dan rahang dengan metode pengikatan/fiksasi gigi (splinting), hingga gigi-geligi kembali stabil kedudukannya dalam rahang seperti sedia kala.
Berikutnya, kapan perubahan posisi gigi seri pertama kanan dan gigi seri kedua kiri disadari terjadi?
Apakah sejak sebelum peristiwa kecelakaan tersebut.. diawali oleh kegoyahannya bertepatan dengan kejadian jatuh dulu, dan berkembang jadi berubah posisi. ataukah dialami setelah gigi palsu dipasangkan saat Mas Putut telah duduk di bangku SMP?
Bila perubahan posisi gigi-geligi tetangga gigi patah tersebut terjadi bersamaan dan beriringan dengan proses trauma jatuh yang dialami, maka dugaan saya telah terjadi kegoyahan derajat tertentu dari beberapa gigi depan rahang atas Mas Putut akibat peristiwa jatuh dulu, dan besar kemungkinan tidak langsung mendapatkan perawatan splinting. Atau, andaipun sempat, perawatan splintingnya belum dijalani tuntas. Alat dilepas saat posisi gigi belum sungguh stabil di posisi idealnya dalam lengkung gigi. Itulah mengapa posisi gigi berubah tidak ideal.
Kemungkinan lain, gigi-geligi tetangga sang gigi patah tidak mengalami kegoyahan yang berarti saat kecelakaan terjadi, tetapi akibat tersisa separonya gigi patah tersebut, gigi-gigi tetangga pengapit sang gigi patah kehilangan area kontak sampingnya, sehingga posisinya berubah oleh perjalanan waktu, selama sekian lama sejak SD hingga muncul niatan mencabut gigi patah tersebut saat telah duduk di bangku SMP, Mas..
Informasi telah menghitamnya gigi yang patah mengindikasikan bahwa gigi telah mati, bila benar bahwa itu bukan terjadi lantaran keberadaan stain ekstrinsik (pewarnaan gigi dari luar) maupun telah terbentuknya lapisan schlerotic dentin pada gigi. Sayangnya tidak ada informasi data terkait, yea Mas..
Sebetulnya, andai gigi benar-benar telah mati dan derajat keparahan sang gigi belum sampai tahap pelunakan/penghancuran material sang gigi, gigi masih dapat disterilkan dan dipertahankan keberadaan dan fungsinya dalam rongga mulut, Mas.. Gigi dirawat saluran akarnya, lalu dibuatkan mahkota pasak pada gigi patah steril tersebut, nantinya.
Nah, melompat ke masa sekarang, ketika gigi patah sudah terlanjur dicabut dan digantikan gigi palsu lepasan selama kurun waktu pemakaian 7 tahun. Saya kira, andai tidak lagi pernah dikontrolkan selama rentang waktu 7 tahun, besar kemungkinan telah terjadi proses penyusutan pada rahang di area bekas gigi patah yang telah dicabut dulu, yang mengakibatkan berkurangnya rigiditas gigi palsu. Itulah mengapa gigi palsu makin lama berubah menjadi longgar.
Salah satu cara mengencangkannya lagi adalah dengan upaya rebasing. Tanpa perlu mengganti gigi tiruan, dibuatkan lapisan baru yang sesuai dengan bentuk contour area mukosa bekas pencabutan terkini pada dasar base/plate gigi tiruan.
Saya melihat perbedaan warna yang cukup nyata antara gigi palsu dengan warna gigi-geligi asli sekitar gigi tiruan Mas Putut saat ini. Tampilan photo gigi palsu Mas Putut tampak lebih putih dibanding warna gigi-geligi asli Mas Putut. Andai benar demikian kondisinya, sesuai kaidah kedokteran gigi estetika, bila Mas Putut menghendaki mendapatkan gigi palsu yang tampilannya sesuai dengan warna gigi sekitarnya, gigi palsu dapat diganti dengan gigi palsu baru yang berwarna lebih sesuai.
Alternatif lainnya yakni pemasangan implant untuk menggantikan gigi yang telah dicabut. Prosesnya standard, asalkan kondisi Mas Putut sesuai indikasinya.
Nah, terkait posisi tidak rapinya kedua gigi tetangga area bekas pencabutan, ada dua alternative yang paling aman dan sesuai prosedur.
Pertama, posisi gigi-geligi depan atas dan seluruh gigi pada lengkung rahang atas maupun bawah dirapikan terlebih dahulu dengan perawatan orthodontic. Setelah perawatan selesai, barulah pertimbangan pemasangan implant gigi dapat diperhitungkan.
Meski pilihan jenis perawatan ini paling ideal dan dapat mengoreksi semua anomali posisi gigi-geligi dalam rongga mulut sekaligus, perawatan jenis ini membutuhkan rentang waktu yang relative lebih lama.
Alternatif lainnya yakni perawatan yang lebih singkat. Area bekas pencabutan dibuatkan implant dengan gigi tiruan, dan kedua gigi pengapitnya dirapikan bentuknya dengan dibuatkan preparasi veneer. Gigi dikurangi sedemikian rupa, lalu dibuatkan mahkota pelapis baru yang sekaligus sebagai alat korektif anomali posisi sang gigi. Hal ini dapat dilakukan andai anomali posisi sang gigi dalam derajat ringan. Preparasi yang dibuat tidak sampai membuka/mengganggu kesehatan area pulpa sang gigi. Kedua gigi tidak perlu dicabut, Mas..
Demikianlah, Mas Putut. semoga uraian saya di atas dapat menjawab pertanyaan Mas Putut. Salam sehat dari saya untuk Mas Putut dan keluarga.
akan ditayangkan di www.tribunnews.com.