Dengan anggapan Randall adalah dokter yang ahli, Siska pun percaya dan menyetujui untuk menjalani terapi.
Keesokan harinya, pada 6 Agustus 2015, Siska kembali ke klinik pada pukul 13.00 untuk menjalani terapi chiropractic dan telah membayar biaya Rp 17 juta.
Sore harinya, Siska kembali menjalani terapi dengan ditemani ibunya.
Alfian mengatakan, terapi itu dikerjakan langsung oleh Randall. Sang ibu pun sempat terkejut melihat bagaimana terapi dilakukan dengan sangat singkat.
“Mamanya waktu lihat pengerjaannya sudah terkejut. Dia (Siska) ditengkurepin, terus datang si Randall ngangkat dia punya kepala dan putar ke kiri, ke kanan, kretek, kretek. Lalu diambil dipinggulnya, putar ke kiri, ke kanan. Prosesnya paling lima menit saja,” terang Alfian.
Alfian pun saat itu menjemput istri dan anaknya di klinik. Sekitar pukul 20.00, mereka tiba di rumah. Alfian melihat sedikit perubahan pada Siska saat itu.
“Dia diam enggak seperti biasanya, seperti ada sesuatu. Dia karakter anaknya, selagi dia bisa tahan, dia tahan (sakit). Dia enggak mau ngerepotin orang,” lanjut Alfian.
Sekitar pukul 23.00, Siska meringis kesakitan pada bagian lehernya. Baru kali ini Alfian melihat putri bungsunya terlihat kesakitan luar biasa.
Siska pun langsung dilarikan ke unit gawat darurat di RSPI pada tengah malam itu.
Alfian mengungkapkan, berdasarkan catatan medis tim dokter di RSPI, Siska juga mengalami kesemutan pada bagian leher hingga lengan dan bagian belakang lehernya membengkak.
Diduga ada pembuluh darah yang pecah.
Untuk memastikan hal itu, harus segera dilakukan MRI. Sayangnya, Siska sempat kehilangan kesadaran dan denyut jantungnya melemah sehingga MRI tak bisa segera dilakukan jika kondisi tidak stabil.
Dalam kondisi itu, sekitar pukul 06.00, dokter menyatakan bahwa Siska sudah tiada. Keluarga pun harus merelakan kepergian Siska yang telah pergi dalam waktu singkat.
Tempuh jalur hukum
Alfian tak pernah menyangka bahwa Siska meninggal dunia karena awalnya hanya masalah di tulang belakang.