TRIBUNNEWS.COM - Jamur dengan warna jingga cerah itu tumbuh di lereng pegunungan vulkanik di Hawaii, Amerika Serikat.
Sebuah riset kontroversial yang dilakukan hampir 15 tahun silam menyebutkan, hampir seperuh dari wanita yang mencium aroma jamur ini mendapatkan orgasme spontan.
Namun demikian, saat Christie Wilcox, seorang penulis wanita mencoba membaui jamur itu, dia mengaku tak mendapatkan sensasi yang digembar-gemborkan itu. Demikian berita yang dilansir Dailymail.co.uk, Kamis (18/2/2016).
"Baunya menusuk di lubang hidung saya. Sumpah, baunya lebih busuk dari bau busuk," kata Christie Wilcox.
Sebelumnya, dalam sebuah penelitian singkat tahun 2001 yang hasilnya diterbitkan dalam Jurnal Nasional tentang Jamur Obat, John Holliday dari laboratorium di Kula, Hawaii, dan Noah Soule, seorang peneliti dari Aloha, melakukan pengujian atas jamur ini.
Dalam sebuah percobaan kecil, 16 wanita dan 20 pria diminta mengendus jamur jingga ini.
Disebutkan, bau dari jamur ini memicu orgasme spontan terhadap enam wanita. Sementara 10 lainnya mendapatkan orgasme dalam dosis yang lebih rendah. Terjadi pula peningkatan detak jantung pada para sukarelawan itu.
Penelitan itu lalu menyebut, ada karakteristik gairah seksual yang muncul secara signifikan dalam bau busuk jamur tersebut. Namun banyak pihak meragukan penelitian tersebut.
Terlepas dari segala penelitian itu, jamur sudah banyak dikenal sebagai bagian dari pengobatan tradisional.
Dalam pengobatan di China misalnya. Jamur telah digunakan untuk mengobati berbagai radang, lambung, dan penyakit saraf.
orang Miao, di China selatan terus menggunakan jamur sebagai ramuan tradisional untuk sejumlah penyakit, mulai dari batuk, disentri, radang usus, hingga leukemia.