TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menaikkan harga rokok secara hingga dua kali lipat dari harga dipasaran sekarang dianggap dapat menekan jumlah perokok di Indonesia.
Wakil Kepala Lembaga Demografis Universitas Indonesia, Dr. Abdillah Ahsan menegaskan perokok di Indonesia meningkat dalam 10 tahun terakhir.
Salah satunya dikarenakan harga rokok yang murah.
"Harganya murah dan bisa dibeli batangan, tiap tahun naikpun selama ini tidak berpengaruh, sekarang kebanyakan perokok membeli rokok yang harganya mahal. Itu artinya rokok mahalpun masih terjangkau dan bisa dibeli ketengen (per batang). Kalau kita beri uang saku atau jajan kepada anak- anak 5 ribu sampai 10 ribu itu bisa dengan gampangnya dibelikan rokok," ujar Abdillah dalam acara Talk Show & Peluncuran PSA Pengendalian Tembakau “Rokok Merusak Tubuhmu” di Kementerian Sesehatan Jakarta, Jumat (2/9/2016).
Kondisi tersebut kemudian diperparah lagi dengan bertebarannnya iklan rokok dan belum efektifnya aturan kawasan tanpa rokok.
Selain itu masih banyak para pejabat dan tokoh yang masih merokok di depan publik.
Sehingga menurutnya tidak aneh jika merokok itu masih dianggap normal dan tidak membahayakan.
"Ini membuat kebiasaan rokok ini masih normal, sehingga membuat orang tidak ada dorongan untuk berhenti merokok, wong itu normal," katanya.
Oleh karena itu perlu sejumlah langkah dan kebijakan agar jumlah perokok dapat ditekan.
Selain dengan menaikan harga, juga harus dibarengi dengan pembatasan iklan dan penerapan ketat kawasan tanpa rokok.
"Yang sekerang terjadi masih salah jadi tidak aneh jika jumlah perokok terus meningkat, oleh karenanya perlu penerapan kebijakan tersebut," katanya.
Sementara itu Doddy Izwardi dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan mengatakan pihaknya kini gencar mengkampanyekan anti-rokok.
Salah satunya dengan pembuatan iklan layanan masyarakat (ILM) yang menggambarkan secara grafis dampak kepulan asap rokok terhadap organ vital tubuh manusia. Iklan tersebut akan tayang selama enam minggu di stasiun televisi nasional mulai dari 1 September 2016.
"ILM ini kita sampaikan sekuat mungkin agar tidak merokok terus menerus di kemudian hari. Ini sudah berhasil di negara maju," pungkasnya.
Berdasarkan data The Tobacco Atlas hampir tiga juta anak Indonesia dan 53 juta orang dewasa merokok, dengan persentase 57,1 persen pria, 3,1 persen wanita, 41 persen anak laki-laki dan 3,5 persen anak perempuan. Padahal rokok telah menyebabkan kematian 217400 orang setiap tahunnya di Indonesia. Bahkan pada tahun 2010 konsumsi rokok menyebabkan 19,8 persen kematian pada laki-laki dan 8,1 persen pada wanita dewasa. Dampak yang terjadi di indonesia tersebut lebih tinggi daripada negara-negara yang berpenghasilan menengah lainnya.