TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fakta mencengangkan dari Dinas Kesehatan cukup mengkhawatirkan. Ternyata angka kematian anak berusia di bawah 4-5 tahun masih cukup besar.
Angka ini didominasi oleh penyakit diare dan pneumonia. Namun angka tersebut juga mencerminkan keadaan kesehatan dunia pada umumnya.
Pada 2015, World Health Organization (WHO) yaitu Organisasi Kesehatan Dunia merilis angka statistik dari penelitian mereka, bahwa penyakit Pneumonia adalah penyebab 15 persen dari seluruh kematian bayi dan anak-anak di seluruh dunia.
Tercatat 930.126 kasus kematian tersebut disebabkan oleh pneumonia. Angka yang sangat besar bila dibandingkan dengan angka kematian penyakit berbahaya lainnya seperti campak, malaria, bahkan AIDS.
Semua kasus penyakit berbahaya ini digabung pun, angka kematian akibat pneumonia masih jauh di atasnya.
Berdasarkan pemetaan statistik, terjadinya kasus penyakit pneumonia di seluruh dunia, disimpulkan bahwa risiko terjadinya penyakit pneumonia kebanyakan terjadi di negara-negara berkembang.
Yang memang biasanya tingkat akses masyarakat akan fasilitas kesehatan yang baik dinilai masih minim.
Banyak orang yang tidak menyadari betapa besar bahaya mengancam suatu bangsa karena penyakit pneumonia. Hal ini terlihat dari masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan penyakit tersebut.
Termasuk di Indonesia yang juga adalah negara sedang berkembang, tak banyak terdengar info-info tentang pneumonia, bagaimana menghadapinya dan bagaimana mencegahnya.
Untuk itulah World Health Organization (WHO) mencanangkan Hari Pneumonia Sedunia (World Pneumonia Day/WPD) setiap tanggal 12 November.
Dengan harapan agar masyarakat dunia selalu waspada terhadap pneumonia dan gejala-gejalanya.
Karena bahayanya yang sering mematikan namun tak banyak orang mengetahui, pneumonia juga disebut sebagai The Forgotten Killer (pembunuh yang terlupakan).
dr HM Subuh MPPM, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, mengatakan di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 2 dunia setelah diare, bagi balita.
Menurut Subuh, pemerintah melakukan kampanye mengenai pneumonia setiap tahun, melakukan advokasi dan edukasi kepada tenaga kesehatan dan kader-kader kesehatan.
Hal ini dilakukan supaya masyarakat lebih aware terhadap penyakit ini. Semakin cepat gejala-gejalanya diketahui dan ditangani, penyembuhannya pun akan semakin cepat.
"Butuh kerjasama yang solid dengan pemerintah untuk dapat mengurangi tingkat penderita pneumonia, di antaranya penguatan larangan merokok di tempat umum dan kampanye ASI eksklusif yang lebih luas,” katanya dalam keterangan tertulis.
"Saat ini, kami sedang mengembangkan vaksin untuk pneumonia, dan kami harap tahun depan vaksin ini sudah dapat diberikan ke bayi dan balita,” kata dr. Subuh.
Sementara itu, dr Darmawan Budi Setyanto, SpA(K), yang juga dikenal sebagai seorang Konsultan Respilogi Anak, penyakit penumonia adalah penyakit gangguan penafasan akut atau radang paru akut.
Banyak orang terkecoh akan gejala-gejala awal seseorang yang terkena penyakit ini. Pneumonia sering diabaikan, gejalanya pun sering dianggap sebagai flu biasa.
Pneumonia biasanya menyerangbayi, balita dan orangtua. Mereka adalah kelompok yang belum atau tidak memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Pneumonia diawali dari batuk, pilek dan demam. Lalu timbul radang saluran pernafasan bagian atas (salesma). Dari salesma inilah radang kemudian berkembang ke paru-paru, sehingga disebut pneumonia.
Penderita pneumonia akan mengalami batuk diikuti nafas yang cepat serta sesak. Waspadalah saat anak Anda batuk disertai tarikan nafas yang cepat di setiap menitnya. Segera pergi ke dokter, puskesmas atau rumah sakit.