TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Risiko alergi pada anak yang meningkat ternyata belum diikuti pemahaman serta penanganan alergi yang tepat dari orangtua.
“Selama ini masih banyak orangtua yang belum memahami cara mengenali gejala alergi yang tepat tetapi mencoba mengambil solusi sendiri," kata Dr dr Wahyudi Istiono M.Kes dari Departemen Kedokteran Keluarga dan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) di sela-sela roadshow edukasi “Tanggap Alergi” yang diadakan Sarihusada di Yogyakarta baru-baru ini.
Dibutuhkan edukasi yang berkelanjutan dan komprehensif yang mudah dipahami mengenai alergi, sehingga orang tua dapat mengenali dan menangani risiko dan kejadian alergi dengan tepat agar prevalensi alergi tidak terus meningkat.
"Dokter Keluarga atau dokter layanan primer memiliki peranan yang sangat penting karena mereka berada di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat satu, Sehingga banyak masyarakat yang dapat terpapar tentang edukasi dan penanganan yang tepat," katanya.
Sumadiono, SpA(K) dari Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr Sardjito Yogyakarta mengatakan, alergi merupakan bentuk reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap sesuatu yang dianggap berbahaya walaupun sebenarnya tidak.
Ini bisa berupa substansi pemicu alergi atau alergen yang masuk atau bersentuhan dengan tubuh.
"Faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi pada anak, yaitu: riwayat alergi pada keluarga, kelahiran caesar, makanan tertentu atau sesuatu yang terhirup seperti polusi yang termasuk polusi udara dan asap rokok,” katanya.
Dari berbagai faktor pemicu, makanan merupakan salah satu masalah pemicu alergi yang paling sering dialami oleh anak.
Allergy & Asthma Foundation of America menyatakan bahwa alergi susu sapi merupakan salah satu alergi makanan yang paling banyak terjadi pada anak-anak.
Pemberian nutrisi yang optimal pada awal kehidupan, dapat mengurangi risiko alergi karena anak dengan alergi dapat berkembang secara optimal dengan didukung nutrisi yang tepat.
"ASI merupakan yang terbaik bagi bayi dan anak yang mengalami alergi," kata Sumadiono.
Apabila anak terdiagnosis alergi protein susu sapi, ASI harus tetap diberikan, namun Ibu harus mengeliminasi susu sapi dan produk turunannya dalam diet sehari-hari, contohnya seperti sup krim, pudding dengan saus susu, pancake, dan lain sebagainya.
Segera konsultasikan dengan dokter anak mengenai asupan nutrisi serta penanganan untuk anak, selama masa treatment asupan nutrisi anak harus menghindari protein susu sapi dan diberikan protein terhidrolisa ekstensif, protein asam amino bebas atau isolate protein soya sebagai alternatif nutrisi.
Maria Melisa, Head of Tailored Nutrition Sarihusada, mengatakan, alergi tidak saja berdampak pada tingkat kesehatan di kemudian hari, tapi juga dapat berdampak pada produktivitas penderita alergi.