TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), masa remaja di rentang usia 15-18 tahun, merupakan fase awal di mana kebutuhan nutrisi akan terbagi berdasarkan jenis kelamin.
Ini disebabkan adanya perubahan biologis dan fisiologis, sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisi antara remaja laki-laki dan perempuan pun menjadi berbeda.
Secara khusus, remaja putri sebagai calon ibu di masa depan memiliki kerentanan dalam masalah gizi karena remaja putri mengalami menstruasi awal dalam fase hidupnya.
Ini menuntut kebutuhan zat besi yang lebih banyak.
“Sayangnya saat ini kesadaran akan pemenuhan gizi dan nutrisi pada remaja putri kurang sehingga mengakibatkan munculnya berbagai masalah kesehatan," kata Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Ir Ahmad Syafiq , M.Sc., Ph.D saat Konferensi Indonesia Bergizi di Jakarta, Selasa (6/12/201
Dampak yang terjadi, permasalahan gizi yang berpotensi muncul antara lain anak stunting (perawakan pendek), defisiensi mikronutrien, khususnya anemia defisiensi zat besi, serta masalah malnutrisi.
“Fokus kami saat ini adalah konsumsi gizi dalam bentuk protein hewani, mengingat saat ini konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih terbilang kurang," katanya.
Dikatakannya, kurangnya asupan protein secara konsisten pada masa remaja dapat berakibat pertumbuhan linear berkurang, keterlambatan maturasi seksual, serta berkurangnya akumulasi massa tubuh tanpa lemak.
Fakta ini mendorong JAPFA Foundation, yayasan korporasi yang didirikan oleh PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk. (“JAPFA”) bersama Konsorsium Indonesia Bergizi, menyelenggarakan Konferensi Indonesia Bergizi (KIB) 2016.
KIB 2016 ini mempertemukan pemerintah, funder, intermediaries, implementer/operator dan akademisi untuk saling berkolaborasi merancang program peningkatan gizi anak dan remaja Indonesia berdasarkan pemetaan nasional dan program pemerintah di sektor gizi dan nutrisi.
Head of JAPFA Foundation Andi Prasetyo menyatakan, saat ini Indonesia dihadapkan pada permasalahan gizi yang cukup kompleks.
Data Kemenyang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa, remaja berusia 13-18 tahun memiliki tingkat kecukupan energi sebesar 72,3% dengan proporsi pengonsumsi kurang dari 70% Angka Kebutuhan Energi (AKE), yakni hanya sebesar 52,5%.
"Demi mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan sebuah solusi yang konkret secara bersama-sama,” ujarnya.