TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang paling utama di dunia. Berdasarkan studi Global Burden of Disease Cancer Collaboration, pada tahun 2015 terdapat 17,5 juta kasus kanker di dunia yang menyebabkan 8,7 juta kematian.
Sedangkan, prevelansi penyakit kanker nasional pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4% atau sekitar 340.000 orang.
Salah satu jenis kanker dengan jumlah penderita paling banyak adalah kanker paru. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2025, jumlah penderita kanker paru akan naik hingga 78%.
Di Indonesia, angka kematian akibat kanker paru adalah 20,5 per 100.000 orang. Di RSUP Persahabatan Jakarta, jumlah penderita kanker paru telah mengalami lonjakan hingga lima kali lipat dalam 15 tahun terakhir, yaitu dari 273 jiwa pada tahun 2000 menjadi 1.355 jiwa pada tahun 2014.
Tingginya kasus kanker paru di Indonesia mendorong PT Prodia Widyahusada Tbk (kode saham: PRDA) untuk membuat terobosan baru dengan meluncurkan tes pemeriksaan mutasi Epidermal Growth Factor Receptor Circulating Tumor DNA (EGFR ctDNA) yaitu tes untuk menentukan jenis obat yang tepat bagi pengobatan kanker paru-paru.
EGFR adalah mutasi gen yang paling sering terjadi pada kanker paru, khususnya jenis kanker paru sel besar (adenokarsinoma) yang ditemukan paling banyak dengan persentase sekitar 40%-50%. Saat ini, Prodia merupakan satu-satunya laboratorium klinik di Indonesia yang dapat melakukan pemeriksaan mutasi EGFR ctDNA.
Direktur Utama Prodia, Dewi Muliaty menegaskan inisiatif Prodia dalam meluncurkan pemeriksaan mutasi Gen EGFR ctDNA sesuai dengan komitmen Prodia dalam menyediakan konsep pengelolaan kesehatan berbasis individu (personalized medicine).
“Hadirnya tes pemeriksaan khusus berupa mutasi EGFR ctDNA ini memberikan informasi yang akurat bagi dokter untuk memilih jenis obat yang tepat bagi pasien kanker paru. Kami berharap inovasi tes pemeriksaan mutasi ini dapat berkontribusi dalam pengobatan kanker paru sehingga dapat meningkatkan angka harapan hidup penderita kanker paru,” tutur Dewi, Kamis (25/1/2018).
Lebih lanjut, Product Manager Prodia Trilis Yulianti menambahkan bahwa pasien dengan hasil deteksi positif adanya mutasi EGFR, akan memberikan respon terhadap obat dengan target Tirosin Kinase Inhibitor (TKI). Jika tidak ada mutasi EGFR maka pasien adenokarsinoma paru akan diberi obat jenis lain oleh dokter.
“Saat ini, obat EGFR-TKI yang ada di Indonesia masih tergolong mahal dengan estimasi harga obat yang cukup mahal sekitar belasan juta rupiah per pemakaian sehingga jika pasien diterapi dengan EGFR-TKI tanpa mengetahui status mutasinya, maka hal tersebut akan memberikan kerugian secara finansial kepada pasien, karena pasien tanpa mutasi EGFR yang diberi EGFR-TKI tidak dapat merespon secara optimal obat tersebut,” tambah Trilis.
Setelah bertransformasi menjadi Next Generation Healthcare Provider dengan jejaring layanan terbesar di Indonesia, Prodia senantiasa berinovasi untuk mengembangkan tes-tes pemeriksaan terbaru serta melengkapi jenis tes dan panel pemeriksaan kesehatan agar dapat melayani kebutuhan pemeriksaan kesehatan masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin meningkat.