TRIBUNNEWS.COM - Dengan fungsinya membersihkan peralatan dapur, kita sering berpikir spons adalah alat yang kotor.
Memang benar, spons cuci piring adalah spot ideal untuk bakteri jahat berkembang dan merugikan kesehatan.
Dengan adanya kontak yang sering dengan sisa makanan yang menempel pada peralatan dapur, maka memungkinkan aneka bakteri bersarang pada spons pencuci.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam The National Sanitation Foundation International pada 2011, tim menemukan 75% spons cuci piring telah terkontaminasi bakteri koliform.
Bakteri koliform adalah golongan bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan manusia, seperti Escherichia coli yang dapat menyebabkan infeksi perut.
Bahkan, spons cuci piring memiliki rata-rata 5×10^10 atau 5 kali (10 pangkat 10) bakteri dalam satu sentimeter kubik.
Hal ini diamini oleh penelitian yang dipublikasikan dalam American Society for Microbiology Journals yang menemukan, spons cuci piring menempati peringkat dua dengan bakteri koliform terbanyak dibandingkan area lain di seluruh penjuru rumah.
Di samping itu, spons cuci piring juga mengandung bakteri Acinetobacter, Moraxella dan Chryseobacterium yang sangat tinggi dan mencuci spons hingga bersih pun tidak menghilangkan bakteri ini.
Namun sebuah penelitian membuktikan bahwa spons dapur ini juga bisa digunakan untuk membersihkan bakteri.
Dilansir dari Times of India, tim peneliti dari Amerika Serikat telah menemukan virus yang dapat menginfeksi bakteri pada spons dapur. Virus ini dapat berguna untuk melawan bakteri yang tak dapat diatasi oleh antibiotik semata.
Pada temuan tersebut, peneliti menggunakan bakteri sebagai umpan dan mengidentifikasi bahwa terdapat dua fag atau bakteri pemakan organisme yang dapat menelan bakteri dari spons dapur mereka.
Spons dapur kerap memiliki berbagai jenis mikroba yang kemudian menjadi bakteri dan sumber makanan yang kaya bagi fag.
"Hasil penelitian kami menggambarkan nilai dalam menemukan lingkungan mikroba yang dapat menjadi tempat tinggal potensial bagi fag," ungkap Brianna Weis dari New York Institute of Technology.
Tim peneliti kemudia menukar dua fag ini untuk melihat apakah mereka dapat mempengaruhi bakteri orang lain.