TRIBUNNEWS.COM - Berikut penjelasan mengenai Herd immunity dalam persebaran Covid-19.
Istilah Herd immunity mungkin tidak lagi asing di telinga masyarakat semenjak adanya pandemi Covid-19.
Berbagai upaya dilakukan dalam memerangi Covid-19, mulai dari physical distancing hingga rapid test secara massal.
Baca: Jokowi Luncurkan 9 Produk Karya Anak Bangsa untuk Lawan Covid-19: Bangga Kita Bisa Produksi Sendiri
Baca: Hasil Tes Pasien Positif Covid-19 Ini Bikin Kaget Para Dokter, Lain dari Biasanya
Lalui apa itu Herd immunity?
Dikutip dari webmd.com, Herd immunity atau Kekebalan Kelompok adalah kondisi di mana ada sebagian populasi yang kebal terhadap suatu virus tertentu.
Kekebalan itu bisa terjadi karena mereka sudah divaksinasi atau yang sudah pernah terinfeksi sebelumnya kemudian bisa sembuh.
Adanya Herd immunity dapat membuat virus semakin sulit menyebar.
Herd immunity bisa menjadi penopang orang yang belum divaksinasi, sehingga mereka juga memiliki perlindungan karena orang-orang di sekitar sudah memiliki kekebalan tubuh yang baik.
Baca: Jubir Presiden: Bukan Herd Immunity, tapi Immunity, Ini disiplin yang Harus Kita Lakukan
Baca: Jubir Presiden Ungkap 2 Indikator Penerapan New Normal dan Bantah soal Herd Immunity
Namun, hingga kini belum ada vaksin yang terbukti dapat mencegah Covid-19.
Dikutip dari nbcnews.com, Direktur Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia, Mike Ryan menyampaikan penjelasannya mengenai Herd Immunity untuk Covid-19.
Herd immunity adalah konsep dalam epidemiologi yang menggambarkan orang dalam jumlah besar dapat mencegah infeksi jika beberapa persen populasi memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit.
Tetapi kekebalan kelompok dalam Covid-19 jauh dari harapan, terutama apabila dilakukan tanpa vaksin.
Ryan mengatakan istilah "Herd Immunity" muncul dari epidemiologi hewan, biasanya melibatkan keputusan apakah akan membiarkan hewan mati demi kesehatan keseluruhan kelompok.
"Jadi saya pikir kita harus benar-benar berhati-hati ketika kita menggunakan cara ini untuk infeksi pada manusia, karena itu dapat menyebabkan pelonjakan angka yang sangat tinggi yang menyebabkan orang lebih menderita," kata Ryan.
Herd immunity tetap sulit dijangkau, bahkan apabila dilakukan di tempat-tempat yang paling parah dilanda pandemi.
Baca: Viral Herd Immunity Dipakai Atasi Corona, WHO Ingatkan Bahayanya : Manusia Bukan Hewan Ternak
Baca: Tanggapan Jusuf Kalla Soal Ajakan Jokowi Berdamai dengan Covid-19 hingga Opsi Herd Immunity
Menurutnya hanya ada dua cara utama untuk mencapai tingkat kekebalan yang tinggi dalam suatu populasi di antaranya:
1. Dengan adanya banyak orang yang telah terinfeksi, maka membuat sistem kekebalan mereka mengembangkan antibodi untuk melindungi terhadap virus yang mungkin saja kembali menyerang.
2. Tanpa Herd Immunity atau perawatan yang efektif sampai vaksin tersedia secara luas.
Untuk Covid-19, diperkirakan perlu ada 50 persen hingga 70 persen populasi yang memiliki Herd Immunity.
Meskipun lebih dari 5 juta kasus virus corona yang dikonfirmasi di seluruh dunia, tidak ada negara yang memiliki tingkat kekebalan yang sesuai untuk memperlambat persebaran.
Di Wuhan, China, ribuan orang yang kembali bekerja pada bulan April diuji antibodi, dan hasil awal menemukan bahwa hanya 2 persen hingga 3 persen yang bisa meningkatkan antibodi.
Baca: Imun Tubuh, Garis Pertahanan Melawan Virus COVID-19
Baca: Perkara Pengujian Materi Perppu Penanganan Covid-19 Dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim MK
Hasil awal dari studi nasional di Spanyol menemukan bahwa sekitar 5 persen dari sekitar 90.000 orang yang dites positif untuk antibodi.
Dan bahkan di daerah-daerah dengan korban yang sangat banyak, seperti New York City, penelitian awal terhadap 1.300 orang ditemukan bahwa hanya 21,2 persen positif memiliki antibodi .
"Itu berarti 80 persen dari populasi tampaknya masih rentan," kata Dr Robert Atmar, seorang spesialis penyakit menular di Baylor College of Medicine di Houston.
"Jadi, bahkan di daerah yang telah sangat terpengaruh, kita tidak melihat tingkat yang diharapkan Herd Immunity," tambahnya.
Hal itu menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara yang memiliki angka persebaran Covid-19 dalam jumlah tinggi.
(Tribunnews.com/Yurika Nendri)