TRIBUNNEWS.COM - Sebagian masyarakat ingin memahami seluk beluk mengenai SARS-CoV-2 Coronavirus disease 2019 atau COVID-19.
Ada satu pertanyaan masuk melalui laman covid19.go.id dan kanal media sosial, yakni mengenai keberadaan COVID-19.
“Apakah COVID-19 benar-benar ada?” demikian ucapan Dokter Reisa Broto Asmoro menyampaian pertanyaan dari warga yang menanyakan keberadaan penyakit itu.
COVID-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan salah satu jenis virus Corona, yakni SARS-CoV-2.
Baca: Penanganan Covid-19 Pada Ibu Hamil, Selain Obat Fokus pada Pemenuhan Vitamin dan Mineral
“Saya perlu sampaikan, virus ini benar-benar ada saudara-saudari,” tegas Reisa sebagai Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional saat konferensi pers di Media Center, Jakarta, pada Selasa (16/6).
Ia mengatakan bahwa ilmuwan dari LBM Eijkman telah memetakan beberapa whole genome sequence (WGS) atau merinci identitas virus dari pasien yang ada di Indonesia.
Data ini bermanfaat untuk penelitian lanjut untuk mengetahui epidemiologi virus, pengembangan vaksin dan juga obat antivirus.
Baca: Baru Dibuka 3 Hari, Pasar Benjeng Gresik Besok Ditutup Lagi, Jadi Klaster Baru Covid-19
Baca: Peneliti Unair Surabaya Klaim Temukan Obat Corona: Kombinasi dari 5 Obat, Disebut Terdaftar di BPOM
Menurutnya, Kepala Lembaga Eijkman Profesor Amin Subandrio mengatakan dengan mengetahui virus yang beredar, kita juga bisa mendesain vaksin sesuai dengan yang ada di Indonesia.
“Maka dari itu, penting sekali mengetahui status kesehatan kita. Apakah kita positif atau negatif COVID-19. Apabila positif, maka penyembuhan dapat dilakukan. Ingat, lebih dari 15.000 saudara-saudari kita sudah sembuh dari COVID-19, dan jika negatif, kita harus makin waspada melindungi diri kita dari penularan virus COVID-19 oleh orang lain,” pesannya.
Baca: Kedapatan Pedagang Positif Corona, Pasar Gondangdia Langsung Ditutup
Dokter Reisa mengatakan bahwa virus yang pertama kali ditemukan pada Desember 2019 memiliki banyak jenis. Virus ini biasanya ditemukan pada satwa.
Beberapa jenis virus Corona menginfeksi manusia, seperti severe acute respiratory syndrome atau SARS pada awal tahun 2000-an dan middle east respiratory syndrome atau MERS di 2012.
“Sejauh ini, kita ketahui ada beberapa jenis virus Corona yang dapat menyerang manusia. Tipe virus-virus tersebut adalah penyebab wabah raya dunia sebelumnya, yang tadi saya sebutkan SARS dan MERS Cov, dan ketiga ini SARS-CoV-2,” ujar Reisa.
COVID-19 yang ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO pada 11 Maret 2020 lalu dapat masuk ke tubuh manusia melalui mukosa mata, hidung dan mulut.
Virus ini menggandakan diri di dalam sel tubuh manusia, terutama di bagian saluran pernapasan bawah, seperti paru-paru.
“Ia (virus) juga mengganggu imunitas atau kekebalan tubuh, dan bagi mereka yang sudah memiliki penyakit penyerta, atau penyakit bawaan, seperti penyakit ginjal, diabetes, darah tinggi, akibatnya dapat menjadi fatal,” tambah Dokter Reisa.
Reisa mengatakan bahwa penyebaran virus dari satu manusia melalui percikan cairan yang berasal dari saluran pernapasan dan mulut, seperti buliran yang keluar saat batuk atau bersin, yang kita sebut sebagai droplets.
Penularan dapat terjadi melalui kontak terhadap droplets tersebut, baik secara kontak langsung dengan orang yang membawa virus atau melalui perantara permukaan yang dipegang oleh orang tersebut.
Ketika seseorang batuk atau bersin atau saat berbicara pun, virus tersebut dapat keluar bersamaan dengan percikan liur atau cairan hidung.
“Apabila kemudian percikan tersebut tersentuh oleh tangan atau jatuh di permukaan benda yang ada di sekitar orang tersebut, maka besar kemungkinannya dapat menjadi sumber penularan bagi orang lain,” ucapnya.
Upaya pencegahan dengan menerapkan protokol kesehatan sangat penting untuk dilakukan setiap individu.
Penggunaan masker yang baik dan benar sangat dianjurkan, bahkan wajib apabila di ruang publik.
Di samping itu, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, atau dengan cairan pencuci tangan yang mengandung alkohol.
“Paling penting jaga jarak, percikan droplets atau air tersebut bisa mencapai jarak 1 sampai 2 meter, baik ketika seseorang berbicara, atau saat lawan bicaranya batuk, atau bersin. Kalau misalnya batuk atau bersin, jaraknya bisa lebih jauh lagi bisa sampai 3 sampai 5 meter. Maka sekali lagi, kita harus saling jaga jarak. Ingat, 3 kombinasi tadi adalah protokol kesehatan yang efektif, ampuh memutus penularan COVID-19,” tutup Reisa.