"Tapi di Indonesia masih dijual bebas, belum ada pembatasan," ungkap Revi.
Revi mengungkapkan semestinya dexamethasone tidak dijual secara bebas.
"Ini harus menggunakan resep, di pasaran mestinya nggak boleh," kata Revi.
Sebab, menurut Revi, efek jangka panjang dexamethasone perlu diwaspadai.
"Efek samping steroid pada umumnya dapat menyebabkan diabetes, dapat menyebabkan tulang keropos, dapat menekan imunitas, kekebalan bisa turun, cutting syndrome, tapi itu jangka panjang," ungkapnya.
Revi mengungkapkan tidak mudah mendidik masyarakat untuk tidak memakai obat jenis ini dalam jangka panjang.
"Menurut saya tidak bisa, karena jika seseorang sudah merasa cocok dengan obat itu, maka orang akan beli lagi obat itu, karena efeknya terasa," ungkap Revi.
Menurutnya, dexamethasone bisa menghilangkan radang dan berbagai keluhan secara cepat.
"Kalau orang radang bisa ilang, sesek nafas langsung lega, kaya asma minum itu kan langsung lega," ujarnya.
Baca: Colokan Ventilator Dicabut dan Diganti AC oleh Keluarga yang Kepanasan, Pasien Covid-19 Meninggal
Bukan Antivirus
Lebih lanjut, Revi menegaskan dexamethasone adalah obat anti peradangan atau inflamasi, bukan antivirus.
"Jadi obat jenis ini hanya mengatasi radangnya saja, tidak mengatasi bakteri penyebabnya," ungkapnya.
Menurut Revi, dexamethasone bukanlah hydroxychloroquine (hidroksi klorokuin) atau klorokuin yang berfungsi untuk melawan virus.
"Dexamethasone bukan antivirus, beda dengan hidroksi klorokuin," ungkapnya.