“Tolak ukur kecukupan gizi anak itu hanya berat badan.
Baca juga: Hasil Penelitian, Sebagian Ibu Masih Anggap Kental Manis sebagai Susu
Semakin gemuk anak orang tua merasa anaknya sehat.
Tapi apa yang dikonsumsi anak yang menjadikan ia gemuk? Apakah makanan yang dikonsumsi anak sudah memenuhi kebutuhan gizinya? Ini yang masih banyak masyarakat tidak paham,” jelas Yuli.
Ia mencontohkan produk kental manis yang bagi sebagian masyarakat masih dianggap sebagai susu.
“Saya menemukan, anak dari umur 8 bulan, karena ASI ibunya sudah tidak cukup, diberi kental manis.
Betul si anak jadi gemuk, dikira orang tuanya sehat. Tapi semakin lama si anak jadi ketagihan kental manis karena rasanya manis.
Sekarang usinya 2 tahun, sehari bisa sampai habis 1-2 kaleng.
Baca juga: Ibu Banyak Minum Susu Bisa Bikin Produksi ASI Lebih Banyak dan Kental, Mitos atau Fakta?
Tentu ini asupan gizinya yang lain jadi terganggu, sudah kenyang dengan gula. Ini terjadi di Jakarta, dan bukan hanya 1 anak, tapi ada banyak yang masih seperti ini pola pikir orang tuanya,” ungkap Yuli.
Yuli mengungkapkan pihaknya bersama sejumlah lembaga masyarakat dan komunitas yang peduli kesehatan anak sudah sejak lama mencoba mengadvokasi persoalan ini baik ke Kemenkes, BPOM dan juga DPR.
Pemerintah, menurut Yuli harus melihat kental manis sebagai persoalan yang harus segera ditangani, setidaknya melalui kerjasama lintas sektoral, melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh dan berkesinambungan.
“Sosialisasi dan mengedukasi masyarakat, apalagi Indonesia ini luas.
Harus dilakukan secara terus menerus dan akan efektif dilakukan bila bersama-sama, ada koordinasi antar kementerian, dan juga pusat dengan daerah. Jangan dipandang ini sebagai isu salah satu pihak saja,” kata Yuli.