TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Natalya Kurniawati mengatakan, dalam aturan Kemenkes dan BPOM sudah lama menyatakan bahwa wadah makanan dan minuman yang mengandung BPA atau bisphenol A ini berbahaya.
Apalagi kalau untuk dipakai di produk – produk kemasan yang dipakai berulang.
“Bahwa kita tidak mendukung untuk produk – produk kemasan yang mengandung atau mendukung, berpotensi timbulnya bisphenol A.
Seperti misalnya kalau kita cari referensi jenis- jenis plastik daur ulang, atau bahan plastik di situ ada simbol – simbol dari mulai angka 1 sampai dengan angka 7.
Nah yang angka 1 ini digunakan untuk produk – produk kemasan yang sekali pakai.
Baca juga: Direktur Dian Perdana Medika Bantah Galon Guna Ulang Berbahaya untuk Kesehatan
Dan di sini yang harus dilihat nomor (3) nomor (6) dan nomor (7) itu berbahaya bagi kesehatan,” ungkap Natalya Kurniawati saat dilakukan wawancara melalui voice note baru – baru ini.
Masih menurut Natalya, Itu memang tidak diperuntukkan bersentuhan dengan makanan atau minuman, seperti misalnya steroform, plastik untuk campuran pipa pvc dan lain sebagainya.
Kemudian di situ juga dilihat biasanya produk –produk kemasan lunch box atau kotak makanan di situ ada kode (PP) Polypropylene itu yang lebih aman.
“Di situ biasanya yang BPA free dan bisa dipakai ulang, tahan terhadap suhu tinggi.
Ini yang biasanya dipilih dipakai untuk konsumen. Tapi tetap harus diperhatikan dari konsumen itu bukan dari nomor berapa yang dipakai itu bisa didaur ulang dan aman” tandas Natalya.
Baca juga: YLKI: Masyarakat Konsumen Jadi Korban Inkonsistensi Pemerintah Tangani Covid-19
Ketua Aliansi Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (AJPKL) Roso Daras menyatakan, konsusmen harus mendapat informasi cukup di dalam kemasan. Informasi itu bukan hanya melulu mencantumkan soal isi dari makanan atau minuman tersebut.
"Tapi juga kemasan itu terbuat dari bahan apa? Jika mengandung BPA katakan bahwa plastik kemasan itu mengandung BPA. Informasi ini harus sampai kepada konsumen.
Produsen tidak boleh menutupi ini,” ungkap Roso Daras dalam siaran pers pada Jumat (7/1) lalu.
Kenapa pencantuman kandungan BPA atau BPA Free bagi kemasan yang tidak mengandung BPA perlu dilakukan, supaya konsumen tahu dan lebih berhati –hati dalam memilih prduk yang akan dikonsumsi. Sebab soal bahaya BPA sudah tidak perlu diperdebatkan lagi.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2019 di halaman 120 dalam kolom artikel, Persyaratan monomer bisfenol A (BPA) batas maksimal (bpj) adalah 0,6. Tentu saja ini kalau dikonsumsi oleh orang dewasa.
Akan berbeda jika makanan atau minuman dikonsumsi oleh bayi, balita dan ibu hamil tentu tidak mentolerir adanya kandungan bisphenol A. Kemasan makanan dan minuman itu harus memiliki prinsip keadilan.
Semua konsumen harus diperlakukan secara adil dan mempunyai informasi yang memadai. Harus mengingat juga bahwa produk makanan atau minuman itu juga akan dikonsumsi oleh bayi, balita dan ibu hamil.