Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional Amerika Serikat (AS) sekaligus Penasihat Presiden AS, Anthony Fauci memperingatkan bahwa data menunjukkan bahwa strain baru virus corona (Covid-19) yang kali pertama muncul di Inggris 'kemungkinan' lebih mematikan dibandingkan virus sebelumnya.
Pernyataan tersebut ia sampaikan pada hari Minggu kemarin, terkait perkembangan baru strain Covid-19 Inggris.
"Saat ini kami perlu berasumsi terkait strain yang telah beredar di Inggris memiliki peningkatan virulensi, yang berarti virus memiliki kekuatan untuk menyebabkan lebih banyak kerusakan, termasuk kematian," kata Fauci dalam wawancaranya dengan CBS.
Dikutip dari Sputnik News, Senin (25/1/2021), Fauci menyampaikan bahwa pejabat Inggris awalnya mengklaim bahwa versi baru itu tidak lebih berbahaya.
Baca juga: Ilmuwan Inggris Pertanyakan Peringatan PM Johnson Soal Klaim Varian Baru Covid-19 Lebih Mematikan
Namun pasca sebuah laporan menunjukkan bahwa strain ini memiliki angka 30 persen lebih mematikan pada orang yang lebih tua, pejabat Inggris pun meralat pernyataan sebelumnya.
Menurut laporan tersebut, pada virus sebelumnya, diantara warga berusia 60 tahun di Inggris, angka kematian tercatat rata-rata sekitar 10 per 10.000 orang.
Namun dengan strain terbaru ini, pada populasi yang sama, ada sekitar 13 atau 14 kematian per 10.000 orang.
"Kami tentunya ingin melihat sendiri datanya, namun kami memiliki banyak alasan untuk mempercayainya. Mereka (peneliti temuan strain ini) adalah kelompok yang sangat kompeten," tegas Fauci.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, strain Inggris telah dikonfirmasi terjadi pada setidaknya 22 negara di dunia.
Fauci mengklaim bahwa vaksin yang tersedia untuk penanganan Covid-19 saat ini tampaknya masih menunjukkan keberhasilan dalam melawan varian baru ini.
Ia mengatakan, selain Inggris, muncul pula strain baru lainnya yang kali pertama ditemukan di Afrika Selatan dan tampaknya lebih resisten terhadap vaksin Covid-19.
Hal ini menurutnya 'agak memprihatinkan', sehingga otoritas kesehatan dan perusahaan farmasi perlu memperkuat vaksin mereka di masa depan.
"Sepertinya itu mengurangi kemanjuran vaksin. Karena itu, kami akan melihat dan mengikuti perkembangan strain ini dengan sangat hati-hati karena ini benar-benar berevolusi. Apa yang akan kami lakukan adalah membuat persiapan untuk kemungkinan yang terjadi di masa mendatang, kami mungkin perlu memodifikasi dan meningkatkan vaksin," jelas Fauci.
Pada hari Jumat lalu, Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menyatakan bahwa bukti menunjukkan tingkat kematian yang lebih tinggi akibat varian baru Covid-19.
Angka kematiannya diklaim dapat mencapai hingga 30 persen, meskipun beberapa ilmuwan mempertanyakan kesimpulan yang disampaikan terlalu dini ini.
Perlu diketahui, Inggris menyampaikan kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Desember 2020 tentang mutasi baru Covid-19 yang dilaporkan memiliki tingkat penularan 70 persen lebih cepat dibandingkan varian sebelumnya.
Strain terbaru ini disebut belum terbukti lebih patogen, namun beberapa negara telah menutup perbatasannya dengan Inggris dan telah menghentikan perjalanan dari dan ke negara itu.
Kendati demikian, sejauh ini penutupan perbatasan tidak menghentikan penyebaran varian baru ini.
Menurut data yang dimiliki Universitas Johns Hopkins, terkait jumlah kasus Covid-19, AS memimpin jumlah kasus ini secara global, dengan lebih dari 25 juta orang dilaporkan terinfeksi dan lebih dari 418.000 kematian terjadi.