Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Penyakit usus buntu tidak dapat dianggap sepele. Rasa sakit yang ditimbulkan pada perut membuat tidak nyaman selama aktivitas.
Tidak hanya itu, jika dibiarkan penyakit usus buntu dapat menyebabkan komplikasi lain yang lebih berbahaya.
Misalnya usus buntu yang mengalami peradangan akan menimbulkan infeksi. Dibiarkan berlarut-larut usus buntu akan pecah.
Menurut dr Alexandra, Sp. BA, jika usus buntu sudah pecah, cairan nanah akan mengenai organ tubuh yang lain, usus besar misalnya. Sehingga dapat menyebabkan infeksi ke seluruh perut (peritonitis).
Baca juga: Mitos atau Fakta Makan Biji-bijian dan Cabe Bisa Sebabkan Usus Buntu? Begini Kata Dokter
Baca juga: Meghan Markle Hamil Anak Kedua, Berfoto Bersama Pangeran Harry dengan Perut Buncit
Nyatanya, semua orang bisa terkena penyakit usus buntu. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak hingga bayi pun bisa terkena penyakit ini.
Oleh karena itu dr Alexandra mengatakan jika penting sekali mengetahui gejala dini sakit usus buntu pada anak.
Jangan biarkan usus buntu pecah dahulu barui dibawa ke dokter.
Mengetahui anak mengalami usus buntu tentu tidak mudah. Apa lagi yang berusia satu tahun ke bawah.
Di umur ini, anak sulit mengungkapkan rasa sakitnya dan hanya bisa menangis.
Untuk itu, dr Alexandra menyarankan orangtua untuk waspada saat anak mengalami tanda-tanda berikut.
Sakit Perut Disertai Mual dan Muntah
Pertama, anak mengeluhkan rasa sakit pada perut. Setelah itu disertai mual dan muntah.
Perhatikan Jalan si Kecil, Jika Timpang ke Kananm Curigai
Selain itu, juga orangtua perlu melihat bagaimana cara berjalan anak.
Biasanya anak yang terkena usus buntu, cenderung berjalan timpang ke arah kanan.
Posisi Kaki Jadi Tanda
Dan saat tidur, anak kerap menekuk kakinya.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
"Orangtua juga bisa memeriksa bagian perut secara pelan pada anak. Caranya yaitu menekan perut dan menanyakan bagian mana yang sakit," katanya pada siaran Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan, Rabu (24/2/2021).
Namun untuk diagnosis yang lebih meyakinkan, orangtua perlu membawa anaknya pada dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.