News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ini Fatwa Etik Dokter dalam Menggunakan Media Sosial yang Diterbitkan MKEK IDI

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi dokter

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menerbitkan fatwa etik terkait aktivitas dokter di media sosial.

Dalam keterangan resmi yang diterima Tribunnews.com pada Sabtu (1/5/2021), ada 13 poin yang mengatur dokter saat beraktivitas di media sosial

Ketua MKEK IDI Pukovisa Prawiroharjo menuturkan, fatwa tersebut bersifat mengikat bagi seluruh tenaga medis di Indonesia.

"Fatwa etik kedokteran ini mengikat seluruh dokter di Indonesia. MKEK semua tingkatan agar melakukan sosialisasi. MKEK berwenang melakukan klarifkasi terhadap suatu infomasi dugaan pelanggaran etik, pembinaan, dan atau proses kemahkamahan pada Dokter Indonesia yang tidak sesuai dengan isi fatwa," ujar Pukovisa.

MKEK Pusat IDI membuka diri terhadep ide dan masukan terkait fatwa yang
diterbitkan untuk evaluasi dan penyempumaan di masa mendatang.

Baca juga: Kasus Dokter Cabul di Batam, Polisi Periksa 5 Saksi dan Pelaku Terancam 7 Tahun Penjara

Dalam fatwa etik dokter dalam aktivitas media sosial, dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dalam keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.

Dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.

Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.

Penggunaan media sosial untuk memberantas hoax, informasi keliru terkait
kesehatan/kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran
imiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam upaya tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat.

Dalam berdebat di media sosial dokter perlu mengendalikan diri tidak membalas dengan keburukan, serta merjaga marwah luhur profesi kedokteran.

Apabila terdapat pernyataan yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, maupun profesi organisasi, profesi dokter/kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut ke otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Kelima, pada penggunaan media sosial, dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan praktekrnya serta mengiklakan suatu produk dan jasa sesuai dengan SK MKEK Pusat IDI No 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang
Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.

Keenam, penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus
kedokteran dengan dokter lainnya, dokter harus menggunakan jenis dan
fitur media sosial khusus yang terenkripsi end-to-end dan tingkat keamanan
bak, dan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsultasikan
tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter.

Lalu, pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi.

Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya,
privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal
RS/klinik.

Dalam menyampaikan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan
penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas
persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang
dikaburkan.

Hal ini dikecualikan pada penggunaan meda sosial dengan
maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur pada
poin 6.

Kemudian, pada penggunaan media sosial dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat, sebaiknya dibuat dalam akun terpisah dengan akun pertemanan supaya fokus pada tujuan.

Bila akun yang sama digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.

Kesembilan, penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi imu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter/tenaga kesehatan.

Kesepuluh, penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai ketentuan etika umum dan peraturan perundangan yang berlaku dengan memilith plattorm media sosial yang diatur khusus untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.

Dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun
pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.

Dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien/masyarakat atas pelayanan medisnya sebagai balasan di akun pasien/ masyarakat
tersebut.

Namun sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian
pasien/ masyarakat atas drinya yang dikirim ke pubik menggunakan akun
media sosial dokter sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.

Terakhir, pada kondisi di mana dokter memandang aktivitas media sosial sejawatnya terdapat kekeliruan, maka dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi.

Apabila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka dokter dapat melaporkan kepada MKEK 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini