TRIBUNNEWS.COM - Inilah hal-hal yang perlu diketahui tentang vaksin Covid-19 Sinovac, negara-negara mana saja yang menggunakannya serta alasan mengapa vaksin asal China ini lebih cocok untuk negara-negara berkembang.
Melalui skema pembagian vaksin global Covax, produser vaksin Covid-19 dari China, Sinovac dan Sinopharm berkomitmen untuk mendistribusikan vaksin ke negara-negara berkembang.
Dilansir BBC.com, Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (Gavi) mengatakan akan menyediakan 110 juta dosis vaksin sebagai bagian dari skema tersebut.
Covax memiliki perjanjian dengan 11 produsen vaksin dan berencana untuk menyediakan 2 miliar dosis di seluruh dunia pada awal 2022.
Baik Sinopharm dan Sinovac, yang telah disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk penggunaan darurat, sudah digunakan di China dan puluhan negara lain di seluruh dunia.
Namun, apa saja yang kita ketahui tentang vaksin ini dan negara-negara mana saja yang menggunakannya?
Berikut ulasannya.
Cara Kerja Vaksin CoronoVac dari Sinovac
Perusahaan biofarmasi yang berbasis di Beijing, Sinovac, adalah yang memproduksi CoronaVac, vaksin yang berisi virus tidak aktif.
Vaksin ini bekerja dengan menggunakan partikel virus yang terbunuh untuk memicu sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa mempertaruhkan respons penyakit yang serius.
Sebagai perbandingan, vaksin Moderna dan Pfizer adalah vaksin mRNA.
Ini berarti bagian dari kode genetik virus corona disuntikkan ke dalam tubuh, memicu tubuh untuk mulai membuat protein virus (tidak seluruh virus), yang hanya cukup untuk melatih sistem kekebalan.
"CoronaVac adalah metode pembuatan vaksin yang lebih tradisional yang berhasil digunakan di banyak vaksin terkenal seperti rabies," kata Associate Prof Luo Dahai dari Nanyang Technological University kepada BBC.
Salah satu keunggulan utama Sinovac adalah dapat disimpan di lemari es standar dengan suhu 2-8 derajat Celcius, begitu pula dengan vaksin AstraZeneca/Oxford.
Sebaliknya, vaksin Moderna perlu disimpan pada suhu -20C dan vaksin Pfizer pada suhu -70C.
Ini berarti bahwa vaksin Sinovac dan Oxford-AstraZeneca jauh lebih efektif bagi negara berkembang yang mungkin tidak memiliki fasilitas untuk menyimpan vaksin dalam jumlah besar pada suhu rendah seperti itu.
Efikasi Vaksin Sinovac
WHO mengatakan penelitian menunjukkan vaksin Sinovac mencegah penyakit simtomatik pada 51% dari mereka yang divaksinasi.
Selain itu, Sinovac juga 100% mencegah terjadinya Covid-19 yang parah dan rawat inap pada populasi yang diteliti, untuk orang dewasa berusia 18 tahun ke atas.
WHO menambahkan bahwa hanya beberapa orang dewasa di atas usia 60 yang terdaftar dalam uji klinis, sehingga kemanjuran tidak dapat diperkirakan untuk kelompok usia tersebut.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine, di Chili, Sinovac memiliki tingkat efikasi 65,9% terhadap Covid-19, efektif 87,5% mencegah rawat inap dan 86,3% efektif mencegah kematian.
Namun, hanya sedikit data tentang efektivitasnya terhadap varian Delta.
Sinopharm
WHO juga telah menyetujui vaksin Sinopharm, yang diproduksi oleh perusahaan milik negara.
Seperti Sinovac, Sinopharm adalah vaksin tidak aktif yang memicu produksi antibodi yang melawan virus corona.
Virus itu dibunuh sebelum disuntikkan ke tubuh orang, sehingga tidak bisa menularkan Covid-19.
Pada saat itu, WHO mengatakan: "Kemanjuran vaksin untuk penyakit simtomatik dan rawat inap diperkirakan 79%, dengan semua kelompok usia."
Sekali lagi WHO menyebut bahwa tidak cukup data pada kelompok usia di atas 60-an yang terdaftar dalam uji klinis.
Namun, vaksinasi untuk kelompok umur itu tetap direkomendasikan.
Negara-negara yang Gunakan Vaksin Sinovac dan Sinopharm
Lebih dari 80 negara menggunakan vaksin Covid-19 dari China ini, termasuk banyak negara di Asia, di antaranya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina.
Namun, beberapa negara yang memilih vaksin dari China yang memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi, masih saja mencatat lonjakan jumlah infeksi.
Misalnya, Chili memberlakukan kembali jam malam dan mengembalikan pembatasan bepergian sebagai tanggapan terhadap varian Delta, yang lebih mudah menular daripada varian sebelumnya.
Lebih dari 70% orang Chili telah divaksinasi lengkap, sebagian besar dengan vaksin Sinovac.
Seychelles dan Mongolia, sementara itu, baru-baru ini mencatat beberapa peningkatan tertinggi dalam kasus per kapita, meskipun populasi mereka kecil.
Kedua negara itu sangat bergantung pada Sinopharm dan program vaksinasi mereka cukup tinggi.
68% orang dewasa divaksinasi lengkap di Seychelles sementara 55% di Mongolia.
Thailand telah mengubah kebijakan vaksinnya untuk mencampur Sinovac dengan vaksin AstraZeneca dalam upaya untuk meningkatkan perlindungan setelah ratusan pekerja medis terjangkit Covid-19 meskipun telah divaksinasi penuh dengan Sinovac.
Sementara di Indonesia, asosiasi dokter dan perawat utama mengatakan setidaknya 30 petugas kesehatan meninggal meski menerima dua dosis vaksin Sinovac.
Jadi Apakah Vaksin Ini Kurang Efektif?
Vaksin bukan satu-satunya faktor untuk menjelaskan apa yang terjadi di negara-negara tersebut.
Salah satu alasannya mungkin karena kemanjuran vaksin mungkin berkurang atau tidak efektif terhadap varian baru.
Pfizer baru-baru ini mengatakan bahwa mereka akan meminta izin untuk suntikan booster di Amerika Serikat untuk meningkatkan kekebalan.
Di Indonesia, asosiasi dokter mengatakan penyakit penyerta (komorbid) mungkin berperan dalam kematian para petugas medis.
Di Chili, beberapa ahli menyebut lonjakan kasus terjadi setelah orang-orang langsung mengabikan protokol kesehatan setelah mendapatkan dosis pertama vaksin.
Prof Ben Cowling, kepala epidemiologi dan biostatik di University of Hong Kong, mengatakan meskipun memiliki "kemanjuran sederhana" terhadap gejala Covid, baik Sinovac dan Sinopharm memberikan "tingkat perlindungan yang sangat tinggi" terhadap penyakit parah.
"Itu berarti bahwa vaksin yang tidak aktif ini telah menyelamatkan banyak nyawa," katanya kepada BBC.
Bagaimana Varian Mempengruhi Vaksin
Sinovac dan Sinopharm hanya menguji kemanjuran vaksin terhadap virus yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan di China.
Tidak ada data baru yang dipublikasikan tentang bagaimana efektivitas mereka terhadap varian baru.
Berdasarkan penelitian yang mencoba memodelkan perlindungan kekebalan dari virus, Prof Cowling memperkirakan perlindungan yang ditawarkan oleh vaksin "virus yang tidak aktif" terhadap varian Delta bisa 20% lebih rendah dibandingkan dengan varian aslinya.
Perhitungannya menunjukkan pengurangan yang lebih besar terhadap varian Beta yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, yang merupakan salah satu yang paling berbeda dari virus aslinya.
Profesor Jin Dong-yan, seorang ahli virologi juga dari Universitas Hong Kong, mengatakan kepada BBC bahwa "diperkirakan" kemanjuran vaksin China akan turun terhadap varian baru, termasuk Delta.
Tetapi, dia mengatakan "Sinovac dan Sinopharm adalah vaksin yang baik" dan orang-orang yang tidak memiliki akses ke vaksin dengan kemanjuran yang lebih tinggi harus tetap menerima suntikan tersebut.
Namun, mereka harus terus mengikuti aturan jarak sosial dan langkah-langkah lain untuk mengekang infeksi.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar Vaksin Sinovac