News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pentingnya Terapi Insulin untuk Tingkatkan Kualitas Hidup Penderita Diabetes

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Booth edukasi diabetes di Stasiun Kereta Tanah Abang, Jakarta Pusat yang diresmikan Vice President & General Manager Novo Nordisk Indonesia, Anand Shetty.

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di masa pandemi virus corona (Covid-19) seperti saat ini, Diabetes Melitus (DM) menjadi salah satu jenis Penyakit Tidak Menular (PTM) yang cukup banyak diderita orang Indonesia, bahkan angka prevalensinya cenderung mengalami peningkatan.

Penyakit ini muncul karena terganggunya produksi hormon insulin pada kelenjar pankreas. Padahal hormon insulin memiliki fungsi untuk mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah.

Lalu apa yang membedakan Diabetes Melitus Tipe-1 (DMT1) dan Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2)?

Dikutip dari laman Healthline, Selasa (14/12/2021), DMT1 merupakan penyakit autoimun, saat seseorang mengalami penyakit ini, sistem kekebalan tubuhnya justru berbalik menyerang dan menghancurkan sel-sel di pankreas yang menjadi tempat memproduksi insulin.

Sedangkan DMT2 terjadi saat tubuh menjadi kebal atau resisten terhadap insulin, kemudian terjadi penumpukan gula dalam darah.

Baca juga: Pasien Diabetes Harus Jalankan Pola Hidup Sehat, Tapi Bolehkah Makan Mi Instan?

Menurut International Diabetes Federation (IDF) Atlas edisi ke-10, setidaknya 1 dari 10 orang atau sebanyak 537 juta orang di dunia kini harus hidup dengan diabetes.

Mirisnya, angka ini diproyeksikan terus mengalami peningkatan mencapai 643 juta pada 2030 dan 784 juta pada 2045, jika tidak ada intervensi untuk menekan laju prevalensi ini.

Baca juga: Faktor Penyebab Terjadinya Urine Berbusa: Penyakit Ginjal, Dehidrasi, hingga Diabetes

Saat ini DMT2 telah menyerang lebih dari 90 persen pasien di seluruh dunia, tercatat terjadi 6,7 juta kasus kematian yang disebabkan penyakit ini pada 2021.

Diperkirakan pula setiap 5 detiknya, terdapat 1 orang yang meninggal akibat penyakit ini.

Lalu bagaimana perkembangan diabetes di Indonesia?

Di Indonesia, jumlah penderita diabetes pun terus mengalami peningkatan dari 10,7 juta pada 2019 menjadi 19,5 juta pada 2021, angkanya melonjak nyaris dua kali lipat.

Baca juga: Diabetes pada Anak Meningkat, IDAI Harap Akses Insulin Merata di Semua Daerah

Pada 2020, negara ini menempati peringkat ke-7 terkait jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia. Namun pada tahun ini, peringkatnya meningkat, karena saat ini Indonesia berada pada peringkat ke-5.

Ini mengindikasikan bahwa penyakit ini semakin menjadi masalah yang serius dan harus segera ditangani bersama.

Lalu faktor apa saja yang dapat membuat seseorang berisiko terkena DMT2?

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang menderita DMT2, mulai dari sosio-ekonomi, demografi, lingkungan hingga faktor keturunan (genetik).

Ada pula beberapa faktor lainnya yang menjadi pemicu utama munculnya penyakit ini yakni urbanisasi, populasi yang semakin tua, berkurangnya aktivitas fisik, dan peningkatan jumlah masyarakat yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas).

Salah satu penderita DMT2, Sri Gunawati mengatakan, dirinya sudah menderita penyakit ini sejak 2013 lalu, namun bukan karena faktor genetik melainkan pikirannya yang mudah stres.

Stres memang dapat menyebabkan kadar gula darah menjadi berlebihan pada tubuh lantaran adanya masalah pada pankreas.

Sehingga penting untuk mengelola stress secara baik agar tidak memicu munculnya berbagai penyakit, termasuk diabetes.

"Saya terkena Diabetes Melitus Tipe-2 sejak 2013, itu bukan karena faktor keturunan karena keluarga saya tidak ada yang punya riwayat penyakit ini. Ini karena pola pikir saya, saya ini orangnya gampang stress," kata Sri, saat dihubungi Tribunnews, Selasa (14/12/2021).

Perempuan berusia 56 tahun ini pun mengaku bahwa beberapa hari lalu kadar gula darahnya mencapai angka 495 mg/dL.

Saat itu ia pun panik dan langsung menghubungi dokter yang biasa menangani penyakitnya ini.

Dokter sejak lama telah memberikan saran padanya untuk menggunakan insulin dibandingkan obat oral karena dapat memicu efek samping pada organ tubuh lainnya jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.

Baca juga: Ini Tips Jaga Pola Makan untuk Ibu Hamil Penderita Diabetes

Saat itu ia masih khawatir untuk memakai insulin yang digunakan melalui metode suntik itu.

Namun pada akhirnya, dirinya mengikuti saran dokter dan mulai menggunakan terapi insulin, padahal awalnya cenderung lebih memilih untuk mengkonsumsi obat oral.

"Beberapa hari lalu gula darah saya kan tinggi itu 495 (mg/dL), memang sudah lama dianjurkan dokter buat pakai insulin, nah kemarin berhubung gulanya tinggi terus, akhirnya saya tanya sama dokter, apa bisa insulin saja? Katanya boleh," jelas Sri.

Sri kemudian beralih menggunakan insulin, meskipun pada awalnya ia sempat mengalami efek samping yakni muncul memar pada area yang disuntik yakni paha dan perut.

Kendati demikian, efek sampingnya hanya muncul selama beberapa saat saja.

"Akhirnya dikasih insulin, tapi pas lagi pakai insulin, disuntiknya muncul (efek samping) hijau hijau (area suntiknya) di paha, perut, tapi cuma 30 menit," papar Sri.

Ia kembali menyampaikan bahwa kadar gula darahnya yang sempat turun itu kemudian kembali tinggi hingga mencapai 380 mg/dL.

Dia kembali menggunakan insulin dan  mencoba menyeimbangkannya dengan konsumsi obat oral.

Karena ia menyadari bahwa mengkonsumsi obat oral terlalu banyak dan sering, dalam waktu yang cukup lama berisiko memunculkan penyakit baru pada organ tubuh lainnya.

"Nah kemarin itu tinggi lagi 380 (mg/dL), saya suntik lagi. Sekarang sambil minum obat aja, obat gulanya ada 4 untuk pagi siang sore malam, takutnya kalau banyak minum obat itu malah ke ginjal saya efeknya," tutur Sri.

Perempuan yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar (SD) ini pun mengaku telah memiliki banyak stok insulin untuk mengatasi kadar gula darahnya jika kembali naik secara tiba-tiba.

"Ini insulin saya sudah stok banyak, kalau gula darah tinggi lagi ya saya suntik di paha," kata Sri.

Saat ini, kata dia, obat oral yang dikonsumsi tidak hanya untuk pengobatan kadar gula darahnya saja, namun ada beberapa jenis obat lainnya yang harus ia minum.

"Jadi sekarang saya minum obat kolesterol, pengencer darah, obat gula 4 macam, vitamin B12, sama obat darah tinggi. Tapi kalau gulanya tinggi ya saya tambah suntik insulin," jelas Sri.

Memiliki penyakit DMT2 ini tentunya harus membuatnya bijak dalam menerapkan pola hidup sehat, seperti mengkonsumsi makanan yang sehat dengan porsi yang dikurangi, berolahraga dan mengelola stress.

Namun terkadang hal ini sulit ia lakukan karena rutinitasnya sebagai seorang guru mewajibkannya untuk terus berpikir.

Sehingga hal itu dapat memicu kembali munculnya stress dan meningkatkan kadar gula darahnya.

"Nah kadang kalau saya lagi bikin soal, ini kan (sekolah) mau bagi rapor. Makanya sekarang lagi hitung nilai, itu saya pasti sakit terus gulanya tinggi, karena stres banyak mikir, kelelahan," papar Sri.

Menurutnya, saat fokus memikirkan rutinitasnya sebagai seorang tenaga pengajar, gula darahnya kerap naik bahkan sempat mencapai 500 mg/dL.

"Kalau lagi nggak mikir kerjaan, nggak tinggi gula darah saya, biasa aja paling 200, 190 mg/dL. Tapi saat saya mikir, gula darahnya langsung naik 500, 400, 300," tegas Sri.

Terlepas dari penyakit yang dideritanya, Sri mengakui bahwa apa yang dialami ini disebabkan karena ia kurang mampu dalam mengelola stress.

Sehingga ia pun mencoba untuk belajar mengelola stress dan menerapkan pola hidup sehat.Sambil terus menggunakan insulin jika kadar gula darahnya kembali melonjak.

"Ya tapi bagaimana, karena ini kan tugas saya mikir, ngajar dan membuat soal. Ini dari pola pikir saja, bukan karena faktor keturunan (genetik), keluarga nggak ada yang sakit gula," tutur Sri.

Setelah cukup lama menjadi penderita DMT2, Sri kini mengurangi porsi makannya dan menghindari makanan, minuman maupun buah yang mengandung gula yang tinggi.

"Kalau makan porsinya dikurangi, biasanya sepiring sekarang harus setengah piring. Minum juga bukan air yang berwarna kayak sirup-sirup itu, kata dokter itu gulanya tinggi. Terus kalau pantangan buah itu nangka, duren, anggur, cempedak itu nggak boleh, jadi bolehnya buah naga, apel, pepaya," tegas Sri.

Sementara itu untuk aktivitas olahraga, ia biasa melakukannya dua kali dalam sepekan di sekolah, karena sesuai dengan jadwal olahraga para siswanya.

Namun karena saat ini sedang masa pandemi, maka ia memilih untuk melakukan kegiatan 'berjalan kaki' saja di area rumahnya.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Rumah Sakit Pusat Pertamina, dr. Randy Nusrianto, Sp.PD., pun menjelaskan bahwa peningkatan gula darah pada para penderita diabetes, baik itu DMT1 maupun DMT2 pada awalnya tidak menimbulkan gejala.

Namun pada akhirnya para penderita akan mengeluhkan sejumlah hal, mulai dari lebih sering buang air kecil hingga mudah merasa lapar.

"Pada dasarnya peningkatan gula di dalam darah itu tidak menimbulkan gejala pada awalnya. Namun seiring berjalannya waktu, tingkatan kadar gula darah ini akan menyebabkan keluhan-keluhan seperti sering buang air kecil, penurunan berat badan, mudah merasa haus, kalau malam itu buang air kecil bisa 4 sampai 5 kali dan juga sering merasa lapar," kata dr. Randy, dalam video Instagram Rumah Sakit Pusat Pertamina.

Dia menjelaskan bahwa diabetes merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan produksi insulin di dalam tubuh atau gangguan respons tubuh terhadap hormon insulin yang akan mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam darah.

Lalu apa yang harus dilakukan jika seseorang telah didiagnosis menderita diabetes?

dr. Randy menyampaikan bahwa pola hidup sehat harus diterapkan para penderita diabetes agar penyakit ini tidak bertambah parah.

Termasuk rutin melakukan konsultasi ke dokter dan mengkonsumsi obat maupun insulin.

"Kalau memang sudah terkena diabetes, yang pertama harus dilakukan adalah kita harus menggalakkan pola hidup sehat, olahraga rutin, jaga pola makan, hindari stress, istirahat cukup, penuhi kebutuhan cairan dengan cairan yang baik seperti air putih, bukan yang manis-manis, dan juga harus kontrol ke dokter dan rutin minum obat," jelas dr. Randy.

Kemudian, kata dia, penderita diabetes pun harus menjaga pola makannya karena 'penderita diabetes berbeda dari orang pada umumnya'.

"Pola makan harus dijaga, tidak boleh tiba-tiba hari ini makannya double, besok makannya cuma separuh, besoknya juga makannya sehari bisa 6 kali, kemudian besok makannya cuma 1 kali. Nah itu dilarang pada pasien diabetes, kemudian pola makan haruslah dijaga," tutur dr. Randy.

Ia menjelaskan bahwa niat diabetes berpegang pada '3J' yakni jadwal, jenis dan jumlah. "Jadi jadwal makan harus fix, tidak boleh maju mundur, ya memang boleh maju mundur sedikit namun tetap diusahakan fix," kata dr. Randy.

Kemudian  jenis makanan pun harus tetap diperhatikan, hindari sumber makanan dengan glukosa simple seperti es krim, sirup, permen, karena itu akan menyebabkan kenaikan gula darah yang sangat tinggi dalam waktu cepat

Lalu harus memperhatikan pula jumlah atau porsi makanan yang dikonsumsi sehari-hari.

"Dan sebisa mungkin dijaga agar tidak terlalu banyak berbeda (setiap harinya). Karena kalau kita makannya porsi separuh atau sepertiga, kemudian besoknya sesuai anjuran, itu akan menyebabkan fluktuasi gula darah akan sangat lebar, bisa naik turun dan itu akan memperburuk kontrol gula darah dari pasien itu sendiri," pungkas dr. Randy.

Selain dengan menerapkan pola hidup sehat, penanganan pada pasien diabetes pun bisa dilakukan melalui pemberian insulin.

Apoteker Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, apt. Ika Amboina Timor, S.Farm., mengatakan bahwa insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas, fungsinya adalah membantu kadar gula darah.

Secara alami, kata dia, sebenarnya tubuh telah memproduksi insulin melalui pankreas.

"Pankreas ini memproduksi insulinnya bisa secara basah, jadi memproduksinya itu pelan-pelan, tapi ada juga yang mengikuti saat kita makan yang paling banyak. Misalnya pagi saat kita sarapan, makan siang, makan sore atau makan malam secara alami, pankreas kita sudah memproduksi insulin," kata Ika, dalam Instagram RSJPD Harapan Kita, beberapa waktu lalu.

Terkait pentingnya insulin bagi tubuh, ia pun menjelaskan mengenai cara kerja insulin ini.

"Ada orang yang tidak perlu pakai insulin dari luar, tapi ada orang yang  harus pakai insulin ini. Jadi insulin ini memberi sinyal pada sel lemak, otot dan hati untuk mengambil glukosa dalam darah dan mengubahnya menjadi glikogen (gula otot) atau trigliserida di sel lemak, dan keduanya di sel hati. Ini merupakan energi yang disimpan oleh tubuh, jadi kalau dalam tubuh yang sehat dan normal, fungsi dari insulin seperti itu," jelas Ika.

Ika kemudian menekankan bahwa insulin tentu ada kaitannya dengan diabetes, karena ada dua hal yang mendorong seseorang yang menderita penyakit ini harus memakai insulin.

"Ini dikarenakan insulinnya terganggu, terganggunya yang pertama itu karena resisten (terhadap) insulinnya, terus ada pankreas yang tidak bisa memproduksi insulin, itu dikategorikan pasien-pasien dengan Diabetes Tipe 1. Kalau untuk Diabetes Tipe 2 itu pankreasnya bisa memproduksi insulin, cuma kadarnya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan," tegas Ika.

Jika diabetes tidak ditangani secara baik, maka bisa menimbulkan risiko sindrom metabolik.

"Bisa jadi nanti ada penyakit jantung, stroke, jadi kita harus me-manage benar-benar kalau seseorang sudah didiagnosa Diabetes Melitus," tutur Ika.

Lalu apakah terapi insulin lebih baik jika dibandingkan konsumsi obat oral?

Ia menyampaikan bahwa hal pertama yang dapat dilakukan oleh pasien diabetes adalah dengan menerapkan pola hidup sehat.

"Jadi untuk penanganan diabetes ini ada tata laksananya, tata laksana tahap pertama, dengan memperbaiki pola hidup, apa yang kita konsumsi, istirahat, (tidak boleh) stres dan merokok, itu tanpa obat," papar Ika.

Selanjutnya, mereka bisa mengkonsumsi obat oral untuk upaya pengobatan penyakit ini.

Jika memang gula darahnya tidak terkendali hanya dengan mengkonsumsi obat, maka bisa ditambahkan dengan penggunaan insulin.

"Kemudian masuk ke tahap dua, jika kita pola hidupnya tidak bisa diubah, dengan gula darahnya tidak terkontrol, maka ditambah dengan pengobatan yang oral, obatnya diminum. Jika dengan obat yang diminum ini kadar gulanya tetap tidak terkontrol, maka ditambahkan dengan insulin," kata Ika.

Namun seiring waktu, banyak dokter yang justru menyarankan penggunaan terapi insulin dibandingkan obat.

Karena ada risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan dari konsumsi obat yang jumlahnya banyak dalam jangka waktu yang lama.

"Tapi makin ke sini, dokter banyak memberikan inisiasi insulin. Karena kalau misalnya obat minum itu untuk satu pasien diabetes bisa mendapatkan 2, 3 hingga 5 obat, tapi dengan insulin bisa diminimalisir efek samping dari obat-obatan itu. Misalnya cukup dengan 2 atau 3 obat oral plus insulin untuk meminimalisir efek samping dari obat-obat secara oral itu, supaya lebih aman ya dengan insulin," tegas Ika.

Ika pun menekankan bahwa efek samping insulin tidak sebesar obat oral. "Ada sih efek sampingnya, cuma nggak sebesar obat-obatan oral," pungkas Ika.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit diabetes dan PTM lainnya.

Namun langkah ini tentu tidak mudah karena saat ini masih banyak pasien diabetes, khususnya di Indonesia yang belum memperoleh akses pengobatan yang tepat (Access to Diabetes Care).

Terbatasnya akses pengobatan terhadap pasien diabetes ini pada akhirnya menghadirkan banyak tantangan lainnya karena saat ini diperkirakan masih banyak orang dengan diabetes yang tidak terdiagnosis.

Tidak hanya itu, banyak pula pasien diabetes yang tidak berhasil mencapai target HbA1c yang telah ditentukan atau tidak terkontrol.

Mirisnya, studi menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen orang dewasa dengan DMT2 di Indonesia tidak berhasil mencapai target HbA1c di bawah 7 persen.

Bahkan jumlah pasien DMT2 ini pun hingga kini terus mengalami peningkatan, sehingga diperlukan penanganan yang tepat, selain penerapan pola hidup sehat.

Perlu diketahui, penderita DMT2 biasanya membutuhkan insulin saat sedang diet, olahraga, maupun menjalani pengobatan antidiabetes oral.

Insulin sebagai bagian dari Manajemen Diabetes yang diyakini akan membantu orang dengan diabetes untuk mengontrol kadar gula darah mereka, sehingga risiko komplikasi pun dapat berkurang.

Perlu dicatat, DMT2 merupakan penyakit progresif yang akan membuat pankreas pada akhirnya tidak mampu memenuhi kebutuhan insulin tubuh.

Insulin pun memegang peranan penting karena dapat mengelola diabetes dengan memastikan kontrol gula darah yang baik dan stabil.

Sehingga mencegah komplikasi jangka pendek dan jangka panjang dari diabetes serta membantu orang dengan diabetes untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Hal ini telah terbukti sejak insulin ditemukan 100 tahun yang lalu, para penderita diabetes tetap menjalani hidup berkualitas dengan insulin.

Berdasarkan data CHEPS FKM UI dan PERKENI pada 2016, pemerintah telah menghabiskan 74 persen anggaran kesehatan untuk secara khusus menangani pengobatan komplikasi bagi pasien diabetes.

Padahal, komplikasi ini bisa dihindari jika pasien disiplin dalam mengontrol kadar gula darah mereka.

Terapi insulin pun seringkali menjadi bagian penting dari pengobatan diabetes untuk mengontrol tingkat gula darah dan mencegah komplikasi diabetes.

Tahun ini merupakan momen '100 tahun insulin ditemukan' dan secara global inovasi ini telah menyelamatkan banyak jiwa.

Sejumlah insulin generasi baru pun telah muncul selama satu abad ini, insulin dikembangkan dan dipasarkan tidak hanya untuk mengurangi beban pengobatan sehari-hari saja, namun juga menghadirkan prosedur pengobatan yang lebih fleksibel, serta membantu penderita diabetes dalam mengontrol gula darah secara lebih mudah.

Selama hampir 100 tahun, Novo Nordisk secara konsisten mendorong perubahan untuk mengalahkan diabetes.

Novo Nordisk melakukannya dengan menjadi pelopor terobosan ilmiah, memperluas akses untuk obat-obatan, serta mencegah dan menyembuhkan diabetes dan penyakit kronis serius lainnya.

Vice President & General Manager Novo Nordisk Indonesia, Anand Shetty mengatakan bahwa diabetes telah menjadi beban besar dalam sistem kesehatan.

Pihaknya berkomitmen untuk bekerja sama dengan otoritas kesehatan dan mitra terkait di Indonesia untuk mencegah dan mengobati penyakit ini.

"Bersama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kami akan meningkatkan dan memperkuat upaya kami untuk menyediakan pengobatan diabetes yang berkelanjutan di Indonesia dengan memberikan diagnosis dini dan pengendalian yang optimal," kata Anand, dalam keterangan resminya, pada Rabu (1/12/2021) lalu.

Ia menambahkan bahwa pihaknya ingin memperluas jangkauan penderita diabetes di Indonesia melalui pemberian edukasi dan kampanye #Insulin100 terkait penyakit ini.

"Kami ingin menjangkau sebanyak mungkin orang dengan diabetes di Indonesia dengan melakukan berbagai kampanye dan edukasi mengenai diabetes, bergabung dengan gerakan global Changing Diabetes in Children, menyediakan berbagai produk inovatif, dan mendukung pemerintah dalam berbagai pendekatan yang bersifat preventif," tegas Anand.

Nantinya, kata dia, masyarakat pun dapat memperoleh informasi mengenai penyakit ini melalui chatbot diabetes pada aplikasi WhatsApp.

"Salah satu kolaborasi kami mendatang adalah chatbot diabetes. Masyarakat bisa mendapatkan informasi mengenai diabetes melalui platform WhatsApp, kami berharap chatbot ini dapat menjadi sumber informasi utama mengenai diabetes," tutur Anand.

Sementara itu, Duta Besar Denmark untuk Indonesia, H.E. Lars Bo Larsen mengatakan Hari Diabetes Sedunia (World Diabetes Day) merupakan kegiatan tahunan yang menjadi bukti bahwa masih ada organisasi global, regional, dan komunitas yang selalu mendukung upaya penanganan penyakit ini.

"Tahun ini, peningkatan jumlah orang dengan diabetes yang pesat menjadi peringatan mengenai pentingnya kesehatan masyarakat, terutama pada masa pandemi Covid-19," kata Larsen.

Hari Diabetes Sedunia, menurutnya, dapat menjadi kesempatan bagi banyak pihak untuk berbagi informasi mengenai pencegahan penyakit diabetes dan mengajukan penambahan sumber daya serta perhatian yang lebih memadai.

"Kami meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesadaran diabetes dan menyediakan akses pengobatan bagi penderita (diabetes) di Indonesia," pungkas Larsen.

Dalam memperingati Hari Diabetes Sedunia serta 100 tahun penemuan insulin, Novo Nordisk, Kementerian Kesehatan dan Kedutaan Besar Denmark pun berkolaborasi menggelar serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap diabetes.

Satu diantaranya yakni menyediakan booth di Stasiun Kereta Api (KA) Tanah Abang, Jakarta Pusat, sehingga para calon penumpang dapat melakukan tes gula darah.

Kegiatan seperti ini menjadi hal yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya demi meningkatkan kesadaran masyarakat secara global terhadap penyakit diabetes.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini