Layanan dukungan medis via smartphone mampu mempermudah akses serta mempercepat proses penanganan masalah kesehatan di saat konsultasi tatap muka tidak mungkin dilakukan karena protokol kesehatan yang berlaku.
Perpaduan layanan kesehatan konvensional dan via daring ditengarai menjadi solusi kolaboratif untuk masyarakat selama masa pandemi dan di masa mendatang.
Karena saat ini dunia tengah disergap wabah Covid-19, para penyandang penyakit komorbid harus meningkatkan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Hal tersebut perlu dilakukan karena tak sedikit penyandang penyakit komorbid yang meninggal karena Covid-19.
Seperti pengamatan di Malaysia pada awal Agustus 2021, sebanyak 755 dari 1.131 orang (atau 66%) meninggal karena infeksi Covid-19 memiliki penyakit penyerta seperti diabetes, asma, penyakit ginjal, dan masalah kronis lainnya.
Baca juga: Angka Kematian akibat Covid-19 Terus Meningkat dalam 3 Hari Terakhir
Kendati interaksi dan mobilitas antar manusia kini tengah dibatasi karena pandemi, konsultasi ke dokter secara rutin bukan menjadi sebuah masalah di era digital seperti sekarang.
Pemanfaatan teknologi digital yang memfasilitasi pertemuan virtual individu dengan individu atau berkelompok juga membantu penderita penyakit tidak menular yang memiliki keterbatasan fisik agar dapat bertemu dengan dokter atau datang ke rumah sakit.
Kemajuan teknologi digital belakangan ini telah melahirkan berbagai inovasi dalam bidang kesehatan, terutama pelayanan medis secara daring, yaitu dengan menggunakanaplikasi online atau e-health.
Sebagian besar negara di dunia sudah menggunakan aplikasi medis, tidak terkecuali negara-negara Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia.
Dengan tingkat adopsi internet pada populasi yang tak jauh berbeda menurut hasil laporan Digital 2021, di mana Malaysia meraih 84,2% dan Indonesia 73,7%, pelayanan medis secara daring menjadi sebuah keniscayaan.
Malaysia sendiri mewajibkan sekitar 30% dari pasiennya untuk beralih ke konsultasi virtual selama masa pandemi Covid-19 yang juga didukung dengan layanan pengantaran obat melalui Grab atau Uber sehingga pasien tidak perlu ke rumah sakit.
Prof. Dato’ Dr Razman Jarmin, Direktur Hospital Canselor Tuanku Muhriz (HCTM), University Kebangsaan Malaysia (UKM) memaparkan hal ini pada diskusi dan webinar yang berfokus pada keberlanjutan pelayanan pasien PTM baru-baru ini.
Indonesia menjadi salah satu negara yang merespons baik keberadaan layanan konsultasi medis dan pengobatan secara daring.
Dokter Pukovisa Prawiroharjo SpS(K) PhD, Ketua MKEK Pusat IDI dan penerima anugerah Satya Lencana 2019 mengatakan selain pemanfaatan aplikasi digital, pemanfaatan media digital lainnya seperti media sosial juga diperlukan untuk dapat mendeteksi dini keluhan Penyakit Tidak Menular yang dirasakan, seperti yang sudah dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui akun media sosialnya.