Maka, penyelenggara harus menyediakan kendaraan khusus untuk antar jemput penerima vaksin.
Saat di lokasi vaksin, penyelenggara juga harus menyediakan tenaga penerjemah bahasa isyarat. Agar, penyandang disabilitas rungu bisa berkomunikasi dengan tenaga Kesehatan.
Ditambah, adanya pemeriksaan, karena banyak penyandang disabilitas yang kurang memahami kondisi badannya sendiri.
Jika vaksinasi digelar secara jemput bola ke rumah-rumah penerima vaksin, vaksinnya juga belum tentu bisa tahan lama.
Pemerintah daerah juga kemungkinan sulit menggelar vaksinasi bagi kalangan disabilitas karena butuh bantuan dari banyak warga sipil.
"Jika pemerintah mengalokasikan vaksin dari Johnson & Johnson ini untuk masyarakat adat di pedalaman, kalangan disabilitas atau kelompok rentan, maka beban kerja vaksinasi akan lebih ringan. Maka, kalau vaksinasi bisa hanya sekali suntik saja, itu luar biasa,” kata Hamid.
Dengan penggunaan vaksin sekali suntik, maka penerima vaksin juga hanya sekali menanggung efek vaksin. Atau biasa disebut dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Mengingat masyarakat adat atau warga di pedalaman tinggal jauh dari layanan kesehatan.
Kalangan disabilitas juga akan terbantu, sebab mereka tak bisa leluasa bolak-balik periksa kesehatan jika menanggung KIPI.