Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah Reisa Broto Asmoro menyebutkan vaksin Janssen akan diberikan kepada kelompok usia 18 tahun ke atas.
"Memang vaksin ini, untuk vaksin pertama hanya satu dosis tunggal. Artinya bagi penerima vaksin Janssen, walau pun cuma dapat satu dosis, tapi sudah dianggap mendapatkan vaksin lengkap," ungkap Reisa pada siaran Radio RRI, Selasa (12/4/2022).
Kementerian kesehatan melalui SR.02.06/2/1188 tahun 2022 sudah mengatur tentang penambahan redimen vaksin Covid-19 dosis lajutan atau booster.
Dia menambahkan, penerima vaksin Janssen dapat memperoleh vaksin booster jenis Moderna. Vaksin lanjutan sendiri dapat diberikan setelah jeda tiga bulan suntikan sebelumnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid., menegaskan, penerima vaksinasi lengkap dengan Janssen (J&J) akan menerima vaksin booster.
Adapun jenis booster yang digunakan adalah vaksin Moderna.
Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen P2P No. SR.02.06/II/1188/2022 tentang penambahan regimen vaksinasi COVID-19 dosis lanjutan (booster).
“Bagi masyarakat yang sudah menerima vaksinasi COVID-19 dengan jenis vaksin Janssen (J&J), maka sudah terhitung memperoleh vaksinasi lengkap. Setelah itu, dapat dilanjutkan dengan vaksinasi booster 3 bulan kemudian,” ujar Nadia dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (9/4/2022).
Baca juga: Kementerian Kesehatan Tegaskan Penerima Vaksin Janssen Bisa Peroleh Booster
Vaksin Covid-19 jenis Janssen (J&J) merupakan salah satu vaksin yang menerima izin penggunaan darurat oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM).
Untuk saat ini vaksin Janssen (J&J) ini diberikan baru kepada kelompok usia 18 tahun ke atas.
Vaksin Janssen (J&J) ini juga merupakan vaksin COVID-19 pertama dengan dosis tunggal, yang artinya meski mendapat satu dosis tapi dianggap sudah mendapat vaksin lengkap.
Baca juga: Pemerintah Perlu Pertimbangkan Pemberian Vaksinasi Janssen di Luar Jawa, Ini Alasannya
Bagi Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki handphone, atau bahkan belum memiliki nomor induk kependudukan (NIK), mekanisme penerima vaksin booster masih bisa dibantu petugas secara manual, dengan menunjukkan kartu vaksin yang dicetak.
Vaksin Janssen (J&J) sendiri sudah terdaftar dalam sistem sebagai dosis 1 dan 2 di seluruh Kabupaten/Kota dan petugas bisa melakukan pengecekan di dashboard KPCPEN.
Baca juga: Beban Kerja Vaksinasi Penyandang Disabilitas Lebih Ringan Jika Gunakan Vaksin Janssen, Ini Alasannya
“Mekanisme pendataan vaksinasi melalui Pcare sampai saat ini tidak ada permasalahan apabila penerima vaksin Janssen (J&J) akan melakukan vaksinasi booster. Lalu untuk melakukan perjalanan menggunakan transportasi umum, penerima vaksin Janssen (J&J) dianggap sama dengan pelaku perjalanan yang sudah mendapat dua dosis vaksinasi dengan jenis vaksin Covid-19 lainnya," ujar Setiaji ST. M.Si, Chief of Digital Transformation Office Kemenkes.
Apabila belum mendapat booster maka dilengkapi dengan dokumen tes antigen negatif 1X24 jam atau tes PCR negatif dalam 3X24 jam terakhir.
Pemerintah terus meningkatkan cakupan vaksinasi ke seluruh warga Indonesia termasuk vaksinasi booster.
Hingga hari ini (8/4) pukul 12.00 WIB, vaksinasi dosis 1 telah mencakup 197.313.563 (94,74 persen) masyarakat Indonesia, lalu dosis 2 mencakup 161.119.107 (77,36 persen) masyarakat Indonesia, dan cakupan dosis 3 berada di 25.945.875 (12,46 persen).
Tiba di Indonesia Sabtu
Seperti diketahui, vaksin Janssen tiba di Indonesia Sabtu (11/9/2021). Vaksin ini ditujukan bagi masyarakat umum yang berusia 18 tahun ke atas dengan dosis tunggal sebanyak 0,5 mililiter.
BPOM sudah menguji tingkat efektivitas vaksin ini, bisa mencegah gejala Covid-19 secara keseluruhan sebesar 67,2 persen. Keunggulan lain vaksin ini adalah hanya perlu disuntikkan satu kali saja.
Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono, sudah menyatakan vaksin diberikan kepada wilayah aglomerasi di Pulau Jawa yang masih rendah vaksinasinya.
Namun, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin menyatakan jika pemerintah mengalokasikan vaksin dari Johnson & Johnson untuk kalangan disabilitas atau kelompok rentan, maka beban kerja vaksinasi akan lebih ringan.
Berdasarkan pengalaman vaksinasi bagi kalangan disabilitas di Bantul, Yogyakarta, pada Agustus lalu, butuh persiapan ekstra.
“Butuh koordinasi banyak pihak untuk menggelar vaksinasi kalangan disabilitas,” kata co-founder Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), Buyung Ridwan Tanjung, pada keterangan resmi, Rabu (15/9/2021).
Penyelenggara vaksinasi harus melakukan edukasi agar penyandang disabilitas mau divaksin.
Lokasi vaksinasi juga tak bisa asal pilih. Harus ramah bagi pengguna kursi roda atau alat bantu lainnya.
Belum lagi tak semua penyandang disabilitas memiliki kendaraan yang bisa digunakan untuk menuju lokasi vaksinasi.
Maka, penyelenggara harus menyediakan kendaraan khusus untuk antar jemput penerima vaksin.
Saat di lokasi vaksin, penyelenggara juga harus menyediakan tenaga penerjemah bahasa isyarat. Agar, penyandang disabilitas rungu bisa berkomunikasi dengan tenaga Kesehatan.
Ditambah, adanya pemeriksaan, karena banyak penyandang disabilitas yang kurang memahami kondisi badannya sendiri.
Jika vaksinasi digelar secara jemput bola ke rumah-rumah penerima vaksin, vaksinnya juga belum tentu bisa tahan lama.
Pemerintah daerah juga kemungkinan sulit menggelar vaksinasi bagi kalangan disabilitas karena butuh bantuan dari banyak warga sipil.
"Jika pemerintah mengalokasikan vaksin dari Johnson & Johnson ini untuk masyarakat adat di pedalaman, kalangan disabilitas atau kelompok rentan, maka beban kerja vaksinasi akan lebih ringan. Maka, kalau vaksinasi bisa hanya sekali suntik saja, itu luar biasa,” kata Hamid.
Dengan penggunaan vaksin sekali suntik, maka penerima vaksin juga hanya sekali menanggung efek vaksin. Atau biasa disebut dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Mengingat masyarakat adat atau warga di pedalaman tinggal jauh dari layanan kesehatan.
Kalangan disabilitas juga akan terbantu, sebab mereka tak bisa leluasa bolak-balik periksa kesehatan jika menanggung KIPI.