Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Difteri kini jadi bahasan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Tercatat, ada dua warga positif difteri di Gorontalo.
Di Gorontalo, satu kasus saja biasanya ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Saat ini sudah ada dua.
Baca juga: Diduga Sakit Mendadak Saat Mandi di Sungai, Warga Musi Banyuasin Dilaporkan Tenggelam
Difteri adalah infeksi bakteri menular yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae atau Corynebacterium ulcerans. Penyakit ini menyebar lewat droplet pernapasan (batuk & bersin) atau luka terbuka.
Dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi (kanker) Prof Zubairi Djoerban menjelaskan, difteri memiliki tingkat kematian 5-10 persen dan mencapai 20 perse pada balita. Bahkan difteri pernah menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab kematian anak.
"Siapa yang berisiko? Mereka yang belum pernah divaksinasi terhadap difteri dan siapa saja yang kontak dekat dengan individu yang terinfeksi," kata Prof Zubairi dikutip dari akun twitternya, Sabtu (9/7/2022).
Namun, di beberapa studi, bakteri penyebab difteri dianggap tidak mudah menular seperti halnya virus.
Gejala
Orang biasanya salah mengira bahwa gejala difteri itu sebagai pilek, karena kemiripannya. Misalnya sakit tenggorokan, sulit menelan dan bernapas, serta demam. Ada juga yang kedua sisi lehernya bengkak atau luka borok di kaki.
Bagaimana pencegahannya?
Di Indonesia vaksin difteri masuk program imunisasi sejak lebih dari 5 dasawarsa. Vaksin inilah yang memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Baca juga: 52 Warga Usia Balita hingga Dewasa di Kelurahan Pondok Labu Cilandak Terjangkit Penyakit DBD
Difteri muncul kemungkinan karena tiingkat vaksinasi memang telah menurun secara global. Di Indonesia, cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi turun banget. Misalnya pada 2021. Dari target 93 persen yang tercapai hanya 84 persen.
"Pandemi Covid-19 memang agak mengganggu program imunisasi. Sebab konsentrasi Indonesia, dua tahun belakangan, ya ke Covid-19. Makanya butuh edukasi lagi tentang betapa jahatnya difteri ini dan betapa aman vaksinnya," imbuh ketua satgas Covid-19 ini.
Perlu diketahui, untuk jumlah kasus terbanyak, Indonesia ada di urutan dua setelah India. Dari 3.353 orang dengan difteri, 110 di antaranya meninggal dunia. Tapi ini angka 2011-2016. Pada 2016, Indonesia menyumbang 342 kasus dari 7.097 kasus di seluruh dunia.
Namun untuk tahun 2022, Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes Dr. Prima Yosephine menyatakan, kasus suspek difteri pada minggu ke-1 sampai minggu ke-18 tahun 2022 meningkat 60 persen ketimbang periode yang sama pada 2021.
Baca juga: Situasi DBD di DKI Jakarta Disebut Masih Terkendali
"Kita harus memastikan orang-orang dekat kita, dari segala usia, mendapatkan informasi yang baik tentang vaksin. Hal ini menjadi kunci. Jika sudah divaksinasi difteri, kecil kemungkinan akan bisa terinfeksi," ungkap Prof Zubairi
Ia menuturkan, masyarakat tidak perlu khawatir karena pemerintah memiliki program imunisasi yang sangat baik.
"Tinggal capaiannya saja dikejar lagi. Dan, tetap saja kita harus waspada," pesan dia.