TRIBUNNEWS.COM -Berikut penjelasan mengenai penggunaan obat Tecovirimat untuk cacar monyet.
Banyak yang bertanya apa obat Tecovirimat dapat digunakan untuk mengobati cacar monyet.
Penggunaan obat Tecovirimat untuk cacar monyet sudah digunakan oleh beberapa negara.
Dikutip dari kemkes.go.id, Antivirus yang dikenal sebagai Tecovirimat yang dikembangkan untuk cacar dilisensikan oleh European Medicines Agency (EMA) untuk monkeypox pada tahun 2022.
Lisensi itu berdasarkan data dari penelitian yang diujikan pada hewan dan manusia.
Namun, Tecovirimat belum tersedia secara luas.
Baca juga: Menkes: Indonesia Pesan 2000 Ribu Vaksin cacar monyet dari Bavarian Nordic Denmark
Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr Mohammad Syahril, terkait vaksinasi dengan Tecovirimat, WHO belum memberikan rekomendasi untuk vaksinasi massal dalam menghadapai cacar monyet.
Tetapi ada sejumlah negara yang sudah melakukan vaksinasi dengan Tecovirimat.
Sementara itu dikutip dari Kompas.com, Indonesia disebut telah memesan Tecovirimat kepada AS.
Hal itu disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Budi menyebut Indonesia dalam proses pemesanan obat Tecovirimat dari Amerika Serikat (AS) dan akan mendapat donasi obat Cidovovir dari Singapura.
Indonesia juga memesan 2.000 dosis vaksin Bavarian Nordic dari Denmark.
"Karena tidak fatal cukup dengan obat-obatan biasa, ini dipastikan jangan sampai mereka terjadi secondary infection dan RS rujukan sudah kita persiapkan untuk bisa menangani monkeypox," ucap Budi.
Baca juga: WHO Umumkan Kasus Monkeypox di Seluruh Dunia Kini Mencapai 50.000
Penggunaan obat Tecovirimat untuk cacar monyet
Sementara itu jika digunakan untuk perawatan pasien, obat Tecovirimat idealnya harus dipantau dalam konteks penelitian klinis dengan pengumpulan data yang berlanjut.
Dikutip dari dinkes.semarangkota.go.id, diketahui cara kerja Tecovirimat yaitu dengan menghambat virus cacar monyet berkembang biak dan menyebar ke orang lain.
Namun, penggunaan obat tersebut masih terbatas pada pasien dewasa dengan berat badan lebih dari 40 kg dan anak dengan berat badan lebih dari 13 kg.
Sementara menurut laman cdc.gov, kelayakan pengunaan Tecovirimat telah melalui uji klinis selama wabah dapat berkembang tergantung pada durasi dan sifat wabah serta informasi yang mungkin ada selama cacar monyet terjadi.
Baca juga: WHO Umumkan Kasus Monkeypox di Seluruh Dunia Kini Mencapai 50.000
Protokol pemberian dosis Tecovirimat
Dosis Tecovirimat untuk orang dewasa dan anak-anak berdasarkan berat adalah sebagai berikut:
1. Kurang dari 6 kg, 50mg (1/4 kapsul) setiap 12 jam
2. 6 kg sampai dengan 13 kg, 100mg (1/2 kapsul) setiap 12 jam
3. 13 kg sampai dengan 25 kg, 200mg ( 1 kapsul) setiap 12 jam
4. 25 kg sampai dengan 40 kg, 400mg (2 kapsul) setiap 12 jam
5. 40 kg sampai dengan 120 kg, 600mg (3 kapsul) setiap 12 jam
6. 120 kg ke atas, 600mg (3 kapsul) setiap 12 jam
Dalam situasi klinis tertentu, modifikasi dosis, frekuensi, dan durasi mungkin diperlukan tergantung pada kondisi klinis individu pasien.
Baca juga: Menkes: Strategi Hadapi Monkeypox Sama dengan Covid-19
Pertimbangan penggunaan Tecovirimat
Dikutip dari laman nejm.org dari The New England Journal of Medicine, terdapat berbagai pertimbangan mengenai penggunaan Tecovirimat untuk cacar monyet.
Mulanya Tecovirimat adalah obat antivirus yang disetujui untuk pengobatan penyakit cacar monyet pada hewan.
Menurut The New England Journal of Medicine penggunaan Tecovirimat untuk cacar monyet pada manusia dinilai tidak etis, karena sebelumnya merupakan obat untuk hewan.
Dosis Tecovirimat yang direkomendasikan untuk pengobatan cacar pada manusia ditetapkan dengan membandingkan konsentrasi obat dalam plasma pada sukarelawan sehat.
Caranya dengan membandingkan dari hasil yang ada pada model hewan pada dosis yang telah terbukti memiliki efektivitas penuh terhadap cacar monyet dan cacar kelinci.
Meskipun telah teruji keefektifannya, bahwa Tecovirimat mengobati cacar monyet.
Oleh karena itu selama wabah cacar monyet ini berlangsung, Center for Disease Control and Prevention (CDC) pusat pengendalian dan pencegahan penyakit dan Food and Drug Andministrasion (FDA) Badan Pengawasan Obat bekerja sama untuk terus meneliti penggunaannya.
(Tribunnews.com/ Muhammad Alvian Fakka) (Kompas.com/Fika Nurul Ulya)