Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kemoterapi masih menjadi pengobatan kanker payudara yang dianjurkan berdasarkan panduan pengampu pengobatan kanker dunia.
Namun, banyak pasien kanker payudara yang takut menjalaninya karena khawatir efek kemoterapi dan akhirnya memilih pengobatan alternatif.
Baca juga: Bulan Kesadaran Kanker Payudara, YKPI Dorong Perempuan Indonesia Periksakan Diri
Penyintas sekaligus wakil ketua IV Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), Titien Pamudji mengatakan, pengobatan medis bagi pasien kanker tetaplah menjadi yang utama. Pasalnya, kanker merupakan penyakit yang harus ditangani dengan pengobatan sistemik.
"Harus ke dokter, harus ke ahlinya. Seluruh dunia, ahli dan dokter tetap menganjurkan kemoterapi sebagai salah satu pengobatannya," ujar dia ditemui di Kuningan City Mall, Rabu (5/10/2022).
Perempuan berhijab ini mengatakan, ada baiknya untuk dikonsultasikan kepada dokter sebelum mencoba pengobatan alternatif maupun herbal.
"Jadi tetap utama melalui pengobatan medis. Kalau mau pakai herbal mungkin bisa jadi tambahan saja. Misalnya penambah daya tahan tubuh," ujar penyintas kanker payudara dan ovarium ini.
Baca juga: Ketahui Perbedaan Kemoterapi dan Radioterapi bagi Pasien Kanker
Titin membagikan pengalamannya berjuang menjadi pasien kanker payudara di tahun 2000 dan sempat menjalani kemoterapi.
Kemudian, setelah kemoterapi Titin harus minum obat rutin selama 5 tahun.
"Dari pengalaman saya, keliling Indonesia ketemu banyak pasien kanker. Kemoterapi ini soal mindset kita. Saya harus bersahabat dengan obat kemo ini, karena dengan kemoterapi tubuh saya dibersihkan. Jadi mindset seperti itu membantu kita memulai dan menjalani prosesnya sampai selesai. Memang tidak mudah, tapi harus dilakukan," ungkap dia.