News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BPJS Kesehatan Tanggung Biaya Perawatan Gangguan Ginjal Akut Misterius pada Anak

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan, sampai Oktober ini ada 131 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak di Indonesia.

Angka itu bahkan melonjak dalam dua bulan terakhir ini.

Baca juga: Menteri Kesehatan: Investigasi Soal Gangguan Ginjal Akut Misterius pada Anak Diumumkan Pekan Ini

Penyakit yang belum diketahui penyebabnya ini saat jatuh dalam kondisi berat maka memerlukan intervensi cuci darah.

Merespons hal itu direktur utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengatakan gangguan ginjal akut misterius ini di-cover oleh BPJS Kesehatan.

Ia menerangkan, dalam pengajuan klaim kepada BPJS Kesehatan baik pasien maupun fasilitas kesehatan harus melalui prosedur yang benar.

Misalnya jika pelayanan di fasilitas primer tidak bisa, maka dirujuk ke RS yang memiliki kompetensi untuk merawat pasien dengan penyakit tersebut.

"Tentu sepanjang teridentifikasi medis BPJS akan menge-cover sesuai prosedur yang sudah ada," ujar dia saat ditemui di RS Bali Mandara, Rabu (12/10/2022).

Baca juga: IDAI Tidak Temukan Hubungan Gangguan Ginjal Akut Misterius pada Anak karena Interaksi Obat

"BPJS siap menbayari danmenjamin penyakit misterus sepanjang terindikasi medis dan tidak mengarang-ngarang," sambung dia.

Sebelumnya, sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) mengatakan, dimana ada 14 provinsi yang melaporkan kejadian tersebut.

Ilustrasi ginjal (ist)

Adapun 14 provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Kepri, Papua Barat, dan NTT.

Ia memaparkan, jika mengalami penurunan fungsi ginjal yang berat sampai tidak ada urin maka harus melakukan cuci darah.

"Jika kemudian produksi urinenya ada lagi, ini artinya kita hanya memberikan pengobatan konservatif tanpa terapi cuci darah," kata dia.

Tetapi untuk pasien yang sudah diberikan obat tetap tidak ada urine maka akan dilakukan cuci darah, hemodialisis atau venatorial dialisis yaitu cuci darah dengan mesin atau melalui selaput perut pasien itu sendiri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini