Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Beberapa hari ini, orangtua dibuat resah karena BPOM mengumumkan adanya lima obat sirup yang mengandung cemaran Etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Ditambah lagi, instruksi Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) yang melarang konsumsi obat sirup sementara.
Kondisi ini dikaitkan dengan adanya kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau AKI di Indonesia.
Baca juga: Dulu Aman, Ini 3 Kemungkinan EG dan DEG Muncul Pada Obat Sirup yang Dikonsumsi Pasien Gagal Ginjal
Berdasarkan data per 21 Oktober 2022 kasus penyakit itu di Indonesia ada sebanyak 241.
Kasus tersebut tersebar di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus yang ada.
Lalu, muncul pertanyaan bagi orangtua bagaimana jika anak sempat meminum obat sirup yang saat ini dilarang?
Dokter Spesialis Anak, dr. Kurniawan Satria Denta, M.Sc, Sp.A membagikan sarannya.
Menurut dokter yang berpratik di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan ini, saat anak konsumsi obat dalam jangka waktu lama, misal sekitar seminggu yang lalu atau sebulan lalu, dan sekarang anak tidak menunjukan gejala urin berkurang, artinya aman.
"Tidak perlu panik. Nggak perlu cek lab, apabila rontgen, USG dan lainnya. Insya Allah aman," ujarnya saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (24/10/2022).
Baca juga: DAFTAR Obat Sirup yang Aman dan Tidak Aman Hasil Temuan BPOM: 30 Aman, 3 Mengandung EG/DEG
Orangtua usahakan tetap tenang, hentikan penggunaan obat, dan hubungi dokter yang memberikan obat tersebut untuk melakukan evaluasi terhadap terapi yang diberikan.
"Apakah bisa disetop atau harus diganti dengan alternatif obat yang lain, tentunya sambil monitor gejala yang mungkin dialami oleh anak," kata dia.
Gejala yang Harus Diwaspadai, Perhatikan BAK si Kecil, Jika Air Seni Frekuensinya Menurun
Perlunya kewaspadaan orang tua yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
Keluarga pasien diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.
Penyebab Gangguan Ginjal Akut Masih Terus Diselidiki
Sampai saat ini penyebab gangguan ginjal akut maish diteliti.
Sempat tersiar jika vaksin covid-19 diduga jadi penyebab. Namun itu tertepis karena penyakit ini meayoritas menyerang anak balita, sementara vaksin untuk anak 6 tahun ke atas.
“Dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan Vaksin Covid-19 maupun infeksi Covid-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” kata juru bicara Kemenkes dr Syahril.
Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan AKI.
Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya.
Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur dr Syahril.
“Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” katanya.