News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gangguan Ginjal

Mengapa Etilen Glikol Dicurigai Jadi Penyebab 141 Anak Terkena Gangguan Ginjal Akut? Ini Alasan IDAI

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Tenaga medis saat ini mencurigai etilen glikol (EG) sebagai zat berbahaya yang menyebabkan 141 anak mengalami kasus gagal ginjal akut. Mengapa?

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga medis saat ini mencurigai etilen glikol (EG) sebagai zat berbahaya yang menyebabkan 141 anak mengalami kasus gagal ginjal akut.

Mengapa zat EG dicurigai sebagai pemicu gangguan ginjal akut?

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim B Yanuarso, Sp.A(K)., menjelaskan alasan EG jadi pemicu gangguan gagal ginjal akut.

Baca juga: Termorex Sempat Disebut Kadar EG dan DEG Lewati Ambang Batas, BPOM: Batch Tertentu, Lainnya Aman

Ia menyampaikan bahwa kasus gangguan ginjal akut ini tidak hanya menjadi perhatian pemerintah saja, namun juga para tenaga medis yang selama ini bersinggungan langsung dengan penyakit anak, terutama terkait ginjal.

Para tenaga medis ini, termasuk mereka yang turut ditugaskan menjadi Satgas Covid-19 melakukan diskusi dan penanganan pula terhadap pasien gagal ginjal akut yang merupakan kelompok anak-anak ini.

"Jadi kenapa ada kecurigaan ke arah keracunan etilen glikol, kawan-kawan di IDAI, para Konsultan ginjal anak, juga Konsultan emergency rawat intensif anak, dokter-dokter di PICU.

Baca juga: BPOM: 13 Produk Obat Sirup yang Aman Digunakan Sepanjang Sesuai Aturan Pakai

Kemudian Konsultan infeksi, kemudian juga Satgas Covid ya, itu berdiskusi dan melakukan penanganan pada pasien-pasien gangguan ginjal akut ini," ujar dr. Piprim, dalam webinar bertajuk Update Terkini 'Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Meningkat, Obat Sirup Ditangguhkan', Minggu (23/10/2022) pagi.

Melalui diskusi dan penanganan tersebut, ditemukan sesuatu yang tidak biasa.

Awalnya kondisi ini diduga terkait dengan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) pasca virus corona (Covid-19).

"Dan kemudian kok menemukan sesuatu yang tidak seperti biasanya pada kasus MIS-C pasca Covid ya," jelas dr Piprim.

Selanjutnya, temuan yang dimiliki para dokter ini dicocokkan dengan kejadian luar biasa yang terjadi di Gambia pada September lalu.

Baca juga: Imbauan IDAI untuk Tenaga Kesehatan dan Masyarakat Terkait Penggunaan Obat Sirup

Kejadian di Gambia ternyata memiliki kemiripan dengan apa yang sedang dialami anak-anak Indonesia.

"Nah kemudian pada bulan September itu kan ada laporan dari Gambia ya, ketika diskusi dengan para dokter di Gambia itu, mereka presentasi, ternyata kok kasusnya mirip banget dengan kasus kita," kata dr. Piprim.

Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso Sp.A(K) menyampaikan imbauan IDAI terkait Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI). (Instagram.com/idai_ig)

Melihat temuan yang memiliki kemiripan antara kasus di Indonesia dengan Gambia, maka tim tenaga medis pun segera melakukan pemeriksaan, termasuk pada darah pasien.

Dari pemeriksaan itulah, kemudian ditemukan kadar zat kimia berbahaya etilen glikol di atas ambang batas.

"Dan kemudian dilakukanlah banyak pemeriksaan, termasuk pemeriksaan dalam darah pasien-pasien itu, ditemukanlah kadar etilen glikol yang kadarnya memang tinggi," tegas dr. Piprim.

Baca juga: IDAI Sebut Parasetamol Sirup untuk Anak Masih Dibolehkan

dr. Piprim pun menekankan bahwa meskipun pasien-pasien ini telah melakukan cuci darah, namun etilen glikol itu tetap ada dalam darah mereka.

Sehingga pihaknya pun curiga ada proses keracunan (intoksikasi) yang dialami anak-anak ini.

"Walaupun pasien itu sudah melakukan cuci darah, tapi tetap ditemukan. Nah dari bukti inilah kemudian kecurigaan kepada intoksikasi itu mengemuka," tutur dr. Piprim.

Terlebih saat ini angka kematian dalam kasus gagal ginjal akut pada kelompok anak ini telah mencapai di atas 50 persen.

Ia pun tidak ingin kasus ini terus meningkat dan menimbulkan korban jiwa, khususnya pada kelompok anak-anak.

"Apalagi kematiannya sudah sangat tinggi di atas 50 persen, ya sekitar 55 persen. Kita nggak mau ada lagi banyak jatuh korban anak-anak yang kita sayangi semua," pungkas dr. Piprim.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini